Courtesy of YahooFinance
Di pertemuan iklim PBB yang sedang berlangsung di Azerbaijan, terjadi ketegangan antara negara-negara mengenai komitmen untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Negara-negara maju dan yang rentan terhadap perubahan iklim ingin menegaskan kembali kesepakatan tahun lalu yang menyatakan pentingnya transisi dari bahan bakar fosil. Namun, Arab Saudi, sebagai negara penghasil minyak terbesar, berusaha menunda dan menghalangi kesepakatan tersebut, dengan alasan bahwa negara-negara harus memiliki pilihan dalam mengatasi emisi gas rumah kaca, bukan terikat pada semua tindakan yang disepakati.
Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk mengganti janji pendanaan iklim tahunan sebesar Rp 1.64 quadriliun ($100 miliar) dengan jumlah yang jauh lebih besar, diperkirakan lebih dari Rp 16.45 quadriliun ($1 triliun) per tahun, untuk membantu negara-negara miskin membangun ekonomi yang ramah lingkungan. Selain itu, negara-negara juga diharapkan untuk mengajukan strategi iklim nasional yang lebih ambisius sebelum Februari mendatang, sesuai dengan kesepakatan Paris yang bertujuan untuk membatasi pemanasan global. Ketegangan ini menunjukkan tantangan besar dalam mencapai kesepakatan global yang efektif untuk melawan perubahan iklim.