
Tiongkok baru-baru ini memperkenalkan drone Feilong-300D, sebuah alat udara tanpa awak yang murah dan multifungsi, yang dirancang khusus untuk melakukan pengintaian dan penyerangan terhadap target lapis baja di wilayah perbatasan yang rawan konflik. Drone ini dibuat oleh perusahaan milik negara Norinco dan dibandrol dengan harga sekitar 10.000 dolar AS, yang membuatnya sangat terjangkau untuk negara-negara dengan anggaran pertahanan terbatas.
Drone Feilong-300D memiliki desain sayap delta yang memungkinkan terbang jauh dengan efisiensi bahan bakar tinggi berkat penggunaan mesin piston yang memakai bahan bakar standar. Dalam uji simulasi, drone ini mampu menempuh jarak hingga 621 mil, menghindari pertahanan udara musuh, dan berhasil menyerang pangkalan militer tiruan, menunjukkan kapabilitasnya dalam mendukung operasi militer yang lebih besar.
Kemampuan utama drone ini adalah melakukan pengawasan, pengintaian secara real-time, dan serangan presisi terhadap target musuh di daerah perbatasan yang sering menjadi pusat ketegangan. Keberadaan drone seperti Feilong-300D dianggap mampu menjadi alat deterrence atau pencegah konflik karena memberikan keunggulan taktis bagi operatornya dalam mengendalikan zona sengketa.
Laporan juga menunjukkan bahwa Pakistan kemungkinan menjadi pengguna pertama drone ini, memperkuat hubungan militer eratnya dengan Tiongkok dan meningkatkan kapabilitas militernya di tengah perseteruan yang berlangsung lama dengan India. Selain Pakistan, negara-negara kecil lainnya juga diperkirakan akan tertarik menggunakan Feilong-300D sebagai bagian dari kekuatan drone tempur mereka di masa depan.
Fenomena ini merupakan bagian dari tren global penggunaan munisi loitering atau drone bunuh diri yang semakin populer dalam peperangan modern. Drone seperti Feilong-300D, Shahed 136 dari Iran, serta penggunaan serupa dalam perang Rusia-Ukraina dan konflik lainnya, menunjukkan bahwa perang modern semakin mengandalkan teknologi tanpa awak yang murah, cepat, dan presisi.