
Ilmuwan dan insinyur China berhasil menguji coba robot penambang canggih yang mampu bekerja di kedalaman 2.000 meter di dasar Samudra Pasifik Barat. Robot ini dirancang untuk menambang kerak cobalt yang kaya akan logam berharga di gunung laut. Percobaan ini dilakukan jauh melewati basis militer AS yang dikenal sebagai rantai pulau kedua.
Kerak cobalt adalah lapisan tipis yang tumbuh sangat lambat, terdiri dari oksida besi dan mangan yang mengandung logam penting seperti cobalt, nikel, dan platinum. Endapan terbaik ditemukan di lepas pantai Pasifik, menjadikan wilayah ini sangat strategis untuk eksplorasi tambang masa depan.
Keberhasilan percobaan robot ini menandai perubahan besar dari ide ke realisasi dalam ambisi penambangan laut dalam China. Hal ini tidak hanya akan mengubah rantai pasokan global untuk mineral kritis tetapi juga memicu persaingan geopolitik yang lebih tajam untuk mendapatkan sumber daya dasar laut.
Amerika Serikat pernah berupaya menimbun cobalt dengan rencana yang diluncurkan oleh Departemen Pertahanan, tetapi batal pada Oktober karena ada kendala teknis dan logistik yang tidak terduga. Sementara itu, China tetap menguasai pasar cobalt dunia dengan sebagian besar kapasitas produksi dan pemurnian cobalt di tangan mereka.
Cadangan cobalt darat terbatas dan banyak berada di wilayah yang terjal dan tidak stabil secara politik, seperti Afrika, yang membuat biaya ekstraksi menjadi sangat mahal dan risiko tinggi. Oleh sebab itu, upaya China mengembangkan teknologi penambangan laut dalam menjadi pilihan strategis untuk mengamankan pasokan cobalt jangka panjang.