Pendanaan Adaptasi Iklim Merosot: Dunia Hadapi Risiko Ekonomi Sistemik
Courtesy of Forbes

Pendanaan Adaptasi Iklim Merosot: Dunia Hadapi Risiko Ekonomi Sistemik

Meningkatkan kesadaran bahwa pendanaan adaptasi iklim saat ini sangat kurang dan perlu reformasi besar dalam sistem keuangan global agar risiko iklim bisa dikelola dengan baik demi stabilitas ekonomi makro dan kesejahteraan dunia.

14 Nov 2025, 15.00 WIB
85 dibaca
Share
Ikhtisar 15 Detik
  • Pendanaan adaptasi untuk negara berkembang mengalami penurunan yang signifikan.
  • Kerugian akibat perubahan iklim berpotensi mengancam stabilitas ekonomi global.
  • Reformasi struktural dalam sistem keuangan diperlukan untuk mendukung investasi dalam ketahanan iklim.
Belém, Brasil - Pendanaan untuk adaptasi perubahan iklim di negara berkembang sangat tidak mencukupi, meskipun kebutuhan finansialnya mencapai ratusan miliar dolar per tahun. Data terbaru dari UNEP menunjukkan adanya penurunan aliran dana internasional dari Rp 460.46 triliun ($28 miliar) pada 2022 menjadi Rp 427.57 triliun ($26 miliar) pada 2023. Sementara itu, bencana iklim semakin parah dan saling terkait, memperburuk risiko ekonomi dan sosial.
Para ahli kini melihat dampak perubahan iklim sebagai risiko sistemik yang mirip dengan krisis finansial global. Guncangan iklim yang berlapis seperti gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, dan badai bisa menimbulkan dampak menyeluruh pada perekonomian global. Ini menuntut perubahan paradigma dalam pendanaan dan manajemen risiko iklim.
Sistem keuangan global sekarang masih seperti 'pipa' dari abad ke-20, yang tidak mampu mendukung investasi ketahanan iklim secara optimal. Negara yang berinvestasi di ketahanan justru bisa dikenai biaya pinjaman lebih mahal. Oleh karena itu, reformasi seperti pengakuan investasi ketahanan sebagai pengurang risiko di bank, dan fasilitas jaminan bersama sangat penting agar pendanaan bisa melebar tanpa menambah utang berlebihan.
Dana Iklim Hijau berperan penting dalam mengisi kekosongan pendanaan dengan mengelola portofolio Rp 312.45 triliun ($19 miliar) dan menyalurkan Rp 36.18 triliun ($2,2 miliar) di 2024, namun ini masih jauh dari skala kebutuhan. Sektor swasta juga berpotensi meningkatkan kontribusi sampai Rp 822.25 triliun ($50 miliar) per tahun jika hambatan struktural dapat diatasi, termasuk risiko yang tidak tercermin dalam perhitungan keuntungan proyek.
Tanpa adanya mekanisme finansial jangka panjang yang jelas pasca-2025, negara-negara berkembang akan kesulitan menstabilkan pendanaan adaptasi. Penundaan tindakan hanya akan memperbesar risiko ekonomi makro dan mendorong pada biaya kerugian yang jauh lebih tinggi di masa depan. Maka, dibutuhkan push global dari segala sisi untuk mengisi 'tangki' pendanaan adaptasi secara massif dan sistemik.
Referensi:
[1] https://www.forbes.com/sites/feliciajackson/2025/11/14/the-adaptation-finance-gap-has-become-a-global-stability-risk/

Analisis Ahli

Delton Chen
"Mendeskripsikan kerusakan iklim sebagai eksternalitas sistemik yang menyerupai kontaminasi finansial lintas negara, menuntut pendekatan yang lebih holistik dalam manajemen risiko."
Nicola Ranger
"Menekankan ekosistem alami sebagai infrastruktur makro-kritis yang jika rusak dapat memicu guncangan ekonomi global lebih besar dari krisis finansial 2008."
Natalie Unterstell
"Menganggap masalah utama adalah struktur keuangan usang yang membuat negara pengadopsi ketahanan iklim malah dikenai biaya pinjaman lebih tinggi dan ketat."
Henry Gonzalez
"Menegaskan peran penting Dana Iklim Hijau dalam mengambil risiko pendanaan adaptasi yang enggan diambil sektor swasta, tapi jumlahnya masih jauh dari yang dibutuhkan."

Analisis Kami

"Sistem keuangan global yang ketinggalan zaman membuat risiko iklim berubah menjadi bencana ekonomi makro yang sistemik, bukan sekedar masalah lingkungan atau kemanusiaan. Tanpa tindakan terintegrasi dan reformasi kapital yang serius, dunia akan menghadapi gelombang krisis keuangan baru yang semakin sulit dikendalikan."

Prediksi Kami

Jika reformasi pendanaan adaptasi iklim tidak segera dilakukan, negara-negara berkembang akan menghadapi krisis keuangan yang diperparah oleh bencana iklim berkelanjutan, yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi global secara keseluruhan.

Pertanyaan Terkait

Q
Apa masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang terkait keuangan adaptasi?
A
Negara-negara berkembang membutuhkan $310–365 miliar per tahun untuk adaptasi, tetapi aliran publik internasional mengalami penurunan.
Q
Mengapa kerugian iklim dianggap sebagai risiko sistemik?
A
Kerugian iklim dapat mengganggu neraca dan rantai pasokan, mirip dengan penularan keuangan, yang dapat memicu krisis lebih besar.
Q
Apa saran dari Natalie Unterstell untuk memperbaiki pembiayaan adaptasi?
A
Natalie Unterstell mengusulkan untuk mendefinisikan kembali kecukupan modal MDB agar investasi ketahanan dianggap sebagai pengurang risiko.
Q
Bagaimana Green Climate Fund berkontribusi terhadap pendanaan adaptasi?
A
Green Climate Fund berperan dalam menginvestasikan risiko dan mendukung proyek-proyek adaptasi di negara-negara berkembang.
Q
Mengapa penting untuk memiliki mekanisme penerus setelah 2025 untuk pendanaan adaptasi?
A
Mekanisme penerus penting karena investasi dalam adaptasi membutuhkan jangka waktu panjang dan aliran pendanaan yang stabil.