Courtesy of CNBCIndonesia

Rupiah Melemah di Tengah Ancaman Resesi Amerika Serikat Tahun 2025

13 Mar 2025, 09.10 WIB

286 dibaca

Ikhtisar 15 Detik

Rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS di tengah potensi resesi.
Kebijakan perdagangan Donald Trump berpotensi meningkatkan risiko resesi di AS.
JPMorgan memperkirakan kemungkinan resesi AS mencapai 50% jika tarif perdagangan diterapkan.

Rupiah mengalami penurunan nilai terhadap dolar Amerika Serikat (AS) karena ada kekhawatiran tentang kemungkinan resesi di AS. Pada hari Kamis, 13 Maret 2025, rupiah dibuka di angka Rp16.450 per dolar, melemah 0,06% dari sebelumnya. Indeks dolar AS juga sedikit turun, tetapi situasi ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi di AS sedang tidak stabil.

Kepala ekonom dari JPMorgan menyatakan bahwa ada sekitar 40% kemungkinan terjadinya resesi di AS pada tahun 2025, dan jika kebijakan perdagangan yang diusulkan oleh Presiden Donald Trump diterapkan, kemungkinan tersebut bisa meningkat menjadi 50%. Meskipun proyeksi awal menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS sebesar 2% untuk tahun 2025, banyak yang khawatir bahwa kebijakan tersebut dapat merusak daya tarik investasi di negara itu.

Referensi:
[1] https://www.cnbcindonesia.com/market/20250313090634-17-618173/rupiah-tampak-suram-dolar-as-kini-rp16450

Analisis Kami

"Ketidakpastian global terutama dari risiko resesi di AS memberikan tekanan besar pada nilai tukar rupiah yang seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah dan pelaku pasar untuk lebih berhati-hati dalam mengelola risiko ekonomi. Selain itu, pengaruh kebijakan perdagangan yang agresif dari AS bisa menjadi bumerang bagi ekonomi global, termasuk Indonesia, yang bergantung pada kestabilan dan kelancaran perdagangan internasional."

Analisis Ahli

Kepala Ekonom JPMorgan

"Ada sekitar 40% kemungkinan terjadinya resesi AS pada tahun 2025 dan peluang itu bisa mencapai 50% jika tarif diberlakukan sepenuhnya."

Prediksi Kami

Jika kebijakan tarif timbal balik diberlakukan sepenuhnya, kemungkinan terjadinya resesi di AS akan semakin besar dan hal ini dapat memperburuk kondisi nilai tukar rupiah serta memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.