Benarkah AI Memangkas Lapangan Kerja Lulusan Muda? Fakta dan Mitosnya
Courtesy of Forbes

Benarkah AI Memangkas Lapangan Kerja Lulusan Muda? Fakta dan Mitosnya

Menganalisis dan memperjelas apakah penurunan lapangan kerja entry level di Amerika Serikat benar-benar disebabkan oleh AI atau lebih karena faktor ekonomi makro seperti kenaikan suku bunga dan siklus ekonomi, sehingga pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih akurat terkait dampak AI terhadap pasar tenaga kerja.

21 Nov 2025, 04.04 WIB
144 dibaca
Share
Ikhtisar 15 Detik
  • Dampak AI terhadap pekerjaan junior mungkin dibesar-besarkan, dengan faktor ekonomi yang lebih berpengaruh.
  • Kenaikan suku bunga yang agresif berperan besar dalam penurunan perekrutan untuk lulusan baru.
  • Adopsi AI di perusahaan masih dalam tahap awal, dan banyak organisasi belum mengintegrasikan teknologi secara efektif.
Washington D.C., Amerika Serikat - Dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak kemunculan ChatGPT, banyak spekulasi tentang bagaimana AI dapat menghilangkan pekerjaan, khususnya bagi lulusan baru atau pekerja junior. Beberapa studi seperti dari Harvard dan Stanford menunjukkan penurunan lapangan kerja bagi lulusan muda di perusahaan yang mengadopsi AI, namun data dan analisis lebih dalam memperlihatkan gambaran yang lebih kompleks.
Peneliti Jing Hu mengkritik klaim bahwa AI adalah pemicu utama menurunnya lapangan kerja junior. Dia menunjukkan bahwa penurunan mulai terjadi sejak 2022, jauh sebelum AI generatif berkembang pesat, dan mengaitkan fenomena ini dengan kenaikan suku bunga agresif yang dilakukan oleh Federal Reserve di Amerika Serikat yang meningkatkan biaya pinjaman dan investasi perusahaan.
Sejarah ekonomi menunjukkan bahwa setiap kali terjadi guncangan besar seperti resesi atau krisis finansial, lapangan kerja entry level paling terdampak dan sulit kembali ke tingkat lama bahkan saat ekonomi pulih. Ini terjadi berulang kali dalam empat dekade terakhir, dan AI kemungkinan hanya menambah tekanan marginal pada tren yang sudah ada.
Laporan terbaru dari McKinsey dan MIT menegaskan bahwa sebagian besar perusahaan masih dalam tahap awal penggunaan AI, sedang bereksperimen dan belum menerapkan teknologi secara menyeluruh dalam proses bisnis mereka. Hal ini menunjukkan dampak signifikan AI pada pekerjaan masih berupa potensi dan belum nyata secara luas di semua sektor.
Sementara itu, faktor ekonomi lain seperti tarif perdagangan, perlambatan ekonomi global, dan pengaruh pandemi juga turut berkontribusi pada dinamika pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, menyimpulkan bahwa AI adalah penyebab utama penurunan lapangan kerja junior saat ini adalah pandangan yang terlalu sederhana dan belum mempertimbangkan faktor penting lain.
Referensi:
[1] https://www.forbes.com/sites/hessiejones/2025/11/20/harvard-researchers-got-it-wrong-ai-is-not-killing-entry-level-jobs/

Analisis Ahli

Jing Hu
"Penurunan pekerjaan junior lebih banyak dipengaruhi oleh faktor makroekonomi, terutama kebijakan Federal Reserve yang menaikkan suku bunga dengan agresif sejak 2022, bukan karena adopsi AI secara langsung."
Goldman Sachs
"Estimasi awal kami menyebutkan AI dapat merusak hingga 300 juta pekerjaan karena substitusi pekerjaan oleh teknologi generatif AI yang berkembang pesat."
Harvard
"Junior employment turun tajam di perusahaan yang mengadopsi generative AI, sementara pekerjaan senior relatif stabil, walaupun ada keterbatasan dalam data dan variabel lain yang belum teridentifikasi."
McKinsey
"AI masih dalam tahap awal penerapan di perusahaan, dengan sebagian besar masih bereksperimen dan belum memberikan dampak signifikan pada produktivitas dan pekerjaan."

Analisis Kami

"Isu penurunan lapangan kerja junior sering kali terlalu cepat dikaitkan dengan kecanggihan teknologi AI tanpa melihat konteks ekonomi yang lebih luas. Kenaikan suku bunga dan siklus ekonomi memainkan peran utama dalam menekan pasar tenaga kerja, dan AI adalah variabel yang baru mulai berkontribusi dan belum mencapai tingkat disruptif yang signifikan."

Prediksi Kami

Dalam waktu dekat, AI akan mulai memberikan dampak lebih nyata terhadap pekerjaan entry level, tetapi dampak terbesar masih akan bergantung pada kondisi ekonomi makro seperti kebijakan suku bunga dan siklus ekonomi global.