
Amerika Serikat sedang mengembangkan misil jelajah nuklir baru bernama AGM-181A Long-Range Standoff (LRSO) yang dibuat oleh Raytheon. Misil ini dirancang untuk menggantikan misil lama AGM-86B yang sudah beroperasi sejak Perang Dingin. Tujuannya adalah untuk memperkuat sistem pertahanan dan menjaga kemampuan nuklir Amerika di tengah persaingan global dengan Rusia dan China.
Misil LRSO memiliki teknologi canggih seperti kemampuan siluman, tahan terhadap serangan elektronik, dan sistem navigasi yang sangat tepat. Ini memungkinkan misil bisa menembus sistem pertahanan udara yang canggih sekalipun, menggunakan jangkauan jarak jauh, dan menargetkan sasaran penting secara efektif walaupun dalam kondisi yang penuh gangguan dan bahaya.
LRSO akan dipersenjatai dengan hulu ledak termonuklir W80-4 yang menawarkan peningkatan dalam hal daya ledak, keamanan, dan keandalan. Selain itu, misil ini dirancang untuk beroperasi di lingkungan tanpa GPS dan dengan banyak gangguan elektronik, menggunakan sistem penghindaran ancaman otomatis dan penargetan adaptif yang bekerja secara real-time.
Pengembangan misil ini tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari arsitektur serangan terpadu yang melibatkan pesawat siluman B-21 Raider dan pesawat B-52 Stratofortress yang sudah diperbarui. Platform tersebut juga akan terhubung dengan sensor berbasis ruang angkasa, sistem komando dan kontrol, serta kemungkinan adanya pesawat pengawal rahasia yang mendukung misi-misi nuklir dan penetrasi.
Program pengembangan misil ini sangat rahasia dan diperkirakan akan mulai operasional di pertengahan dekade ini. Biaya pengembangannya sangat besar, diperkirakan mencapai 16 miliar dolar untuk lebih dari seribu misil, dengan biaya layanan dan dukungan tambahan sekitar 7 miliar dolar selama 30 tahun ke depan. Meski demikian, proyek ini sangat penting untuk menjaga kekuatan nuklir Amerika dalam menghadapi persaingan kekuatan besar.