Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Pomodo
TwitterInstagram
Tentang
TeknologiKecerdasan BuatanKendaraan Listrik dan BateraiKeamanan SiberPengembangan SoftwareGadgets dan WearablePermainan Console, PC, Mobile dan VRRobotika
BisnisEkonomi MakroStartup dan KewirausahaanManajemen dan Strategi BisnisMarketing
SainsFisika dan KimiaMatematikaNeurosains and PsikologiKesehatan dan Obat-obatanIklim dan LingkunganAstronomi dan Penjelajahan Luar Angkasa
FinansialMata Uang KriptoInvestasi dan Pasar ModalPerencanaan KeuanganPerbankan dan Layanan KeuanganKebijakan Fiskal
Stories
Sains

Terobosan Terkini dalam Astronomi dan Teknologi Teleskop

Share

Beberapa temuan terbaru dalam bidang astronomi, termasuk rekaman ledakan bintang mati oleh astronom Tiongkok dan pengembangan kamera digital terbesar di dunia untuk teleskop, menandai kemajuan signifikan dalam pemahaman alam semesta.

14 Jun 2025, 15.00 WIB

Proyek BINGO: Teleskop Besar Brazil-China untuk Menyelidiki Energi Gelap Alam Semesta

Proyek BINGO: Teleskop Besar Brazil-China untuk Menyelidiki Energi Gelap Alam Semesta
Proyek BINGO adalah kerja sama antara Brazil dan China yang bertujuan membangun teleskop radio raksasa di di wilayah Paraíba yang terpencil di Brazil. Lokasi ini dipilih karena rendahnya gangguan frekuensi radio yang akan mengganggu pengamatan teleskop. Teleskop ini sangat besar, seukuran kolam renang Olimpiade, dan akan dikirim dari pelabuhan Tianjin di China menuju Brazil. Pembangunan ini diharapkan selesai pada tahun 2026 dan menjadi salah satu teleskop radio terbesar di Amerika Latin. BINGO merupakan singkatan dari 'baryon acoustic oscillations from integrated neutral gas observations' yang berfokus pada pengukuran gelombang bunyi akustik kosmik untuk mempelajari struktur besar alam semesta. Data yang diperoleh akan membantu ilmu fisika kosmos. Salah satu tujuan utama proyek ini adalah memahami energi gelap yang sulit dijelaskan dan dipercaya menyusun sekitar 68% dari alam semesta. Energi gelap ini berfungsi sebagai gaya penolak yang menyebabkan alam semesta terus mengembang. Dengan penelitian ini, para ilmuwan berharap bisa menemukan lebih banyak rahasia alam semesta dan memberikan kontribusi baru dalam pemahaman tentang bagaimana kosmos berfungsi, khususnya hubungan antara struktur besar alam semesta dan energi gelap.
14 Jun 2025, 01.26 WIB

GIRO: Probe NASA Inovatif untuk Menguak Rahasia Interior Planet Jauh

GIRO: Probe NASA Inovatif untuk Menguak Rahasia Interior Planet Jauh
NASA mengusulkan sebuah konsep probe baru bernama Gravity Imaging Radio Observer atau GIRO yang dirancang untuk mempelajari interior planet dan benda langit lain tanpa harus mendarat di permukaannya. Probe ini menggunakan sinyal gravitasi dan gelombang radio untuk membantu memetakan bagian dalam eksoplanet dan planet lain secara efisien. GIRO bekerja dengan cara mengorbit bersama pesawat induk di dekat planet atau bulan target. Probe ini mengamati perubahan jalur akibat gaya gravitasi yang berbeda di berbagai bagian planet sehingga dapat mengungkap struktur seperti inti logam, lapisan batuan, atau aktivitas vulkanik hanya melalui pengukuran efek Doppler pada sinyal radio. Salah satu keunggulan utama GIRO adalah ukurannya yang kecil, hemat energi, dan hemat biaya. Probe ini dapat dioperasikan dengan baterai yang mampu bertahan sekitar 10 hari untuk misi di planet luar, dan dapat dipasang bersama misi eksplorasi lain tanpa memerlukan pesawat khusus untuk pemetaan gravitasi. GIRO sangat berguna untuk misi-misi yang hanya memungkinkan beberapa orbit atau flyby singkat, seperti yang mengelilingi cincin Uranus atau asteroid kecil, karena kemampuannya memberikan data dengan akurasi 10 hingga 100 kali lebih baik dari metode tradisional berbasis darat. Keberhasilan penggunaan GIRO membutuhkan perencanaan rute orbit yang tepat agar komunikasi radio dan data valid dapat dijaga. Selain itu, probe juga harus mematuhi aturan perlindungan planet agar tidak mencemari benda langit yang memiliki potensi kehidupan. Dengan pengujian dan pendanaan yang tepat, GIRO dapat segera diintegrasikan ke dalam misi ruang angkasa dalam 1 hingga 3 tahun ke depan.
12 Jun 2025, 13.30 WIB

Penemuan Planet Gas Raksasa di Bintang Kerdil Merah yang Mengejutkan Ilmuwan

Penemuan Planet Gas Raksasa di Bintang Kerdil Merah yang Mengejutkan Ilmuwan
Para ilmuwan internasional dari University of Warwick dan UCL Mullard Space Science Laboratory berhasil menemukan planet gas raksasa bernama TOI-6894b yang mengorbit bintang kerdil merah sangat kecil bernama TOI-6894. Bintang induk ini punya massa hanya 20% dari massa Matahari, yang sebelumnya dianggap terlalu kecil untuk memiliki planet gas raksasa di dekatnya. Planet TOI-6894b ditemukan menggunakan data dari satelit TESS milik NASA yang memang dirancang untuk mencari planet di sekitar bintang terang. Pengamatan tambahan dilakukan dengan teleskop VLT yang merupakan salah satu teleskop terbesar di dunia, sehingga memungkinkan identifikasi lebih pasti terhadap planet tersebut. TOI-6894b adalah planet gas berdensitas rendah yang ukurannya sedikit lebih besar dari Saturnus, namun massanya hanya setengah dari Saturnus. Dengan suhu permukaan yang tergolong rendah, yaitu sekitar 420 Kelvin, TOI-6894b dianggap sangat unik dibandingkan planet gas raksasa biasa yang memiliki suhu antara 1000-2000 Kelvin. Penemuan ini memicu diskusi baru tentang teori pembentukan planet gas raksasa, yaitu core accretion theory. Selama ini, teori tersebut mengatakan bahwa planet gas besar terbentuk dari inti padat yang besar terlebih dahulu sebelum menarik gas di sekelilingnya, proses yang sulit terjadi di bintang kerdil dengan cakram protoplanet yang terbatas materinya. Dengan adanya TOI-6894b, para ilmuwan berharap dapat memperdalam studi tentang atmosfer dan struktur internal planet ini untuk memahami apakah planet seperti ini terbentuk secara bertahap ataupun secara instan akibat runtuhnya cakram gas, sehingga membuka pemahaman baru terkait pembentukan planet di galaksi.
12 Jun 2025, 09.00 WIB

Para Ilmuwan Temukan Nova Bersejarah Dinasti Ming yang Misterius Tahun 1408

Para Ilmuwan Temukan Nova Bersejarah Dinasti Ming yang Misterius Tahun 1408
Pada tahun 1408, para astronom kerajaan Dinasti Ming di China melihat sebuah bintang baru yang bersinar terang di langit selatan, dekat pusat Galaksi Bima Sakti. Bintang ini tampak seperti lampu minyak kecil yang bercahaya kuning dengan sinar yang halus dan terang. Catatan resmi dari seorang sarjana bernama Hu Guang menunjukkan bahwa bintang itu tetap di posisi yang sama selama lebih dari 10 hari dan tidak bergerak seperti komet atau meteor. Mereka menganggapnya sebagai tanda keberuntungan dan penegasan zaman yang baik di bawah pemerintahan Kaisar Yongle. Fenomena ini sempat menjadi misteri selama berabad-abad karena catatan sebelumnya terlalu singkat dan tidak cukup untuk menentukan apakah itu komet, meteor, atau suatu nova. Baru-baru ini, sebuah tim peneliti dari China, Jerman, dan Chile melakukan penelitian mendalam berdasarkan catatan tersebut. Penelitian ini mengonfirmasi bahwa objek langit tersebut adalah sebuah nova, yaitu peningkatan cahaya sementara yang terjadi pada bintang yang sedang sekarat. Mereka juga berhasil memperkirakan posisi sisa bintang tersebut untuk observasi lanjutan menggunakan peralatan astronomi modern. Kesimpulan ini sangat penting karena tidak hanya menyingkap sejarah astronomi dari masa Dinasti Ming, tetapi juga membuka peluang baru untuk mempelajari sisa bintang ini dengan lebih detail menggunakan teknologi observasi masa kini.
12 Jun 2025, 06.37 WIB

Solar Orbiter Ungkap Misteri Kutub Selatan Matahari dan Magnet Campurannya

Solar Orbiter Ungkap Misteri Kutub Selatan Matahari dan Magnet Campurannya
Solar Orbiter, misi gabungan ESA dan NASA, berhasil mendapatkan gambar pertama dari kutub selatan matahari dengan manuver berani turun 15 derajat di bawah bidang ekuator matahari. Ini adalah pandangan manusia pertama terhadap daerah kutub yang selama ini sulit dijangkau. Dalam pengamatan tersebut, para ilmuwan menemukan pola medan magnet yang kacau dan campuran dari magnet utara dan selatan. Pola ini diyakini memiliki peranan penting dalam proses pembalikan medan magnet matahari yang terjadi setiap 11 tahun sekali. Proses pembalikan medan magnet ini berbeda dengan bumi yang memiliki kutub magnet tetap, karena matahari memutar dengan ritme tidak merata dan memutar bagian tengahnya lebih cepat daripada kutubnya. Ini menyebabkan medan magnet matahari seperti tali yang dipelintir, lalu berbalik secara berkala. Meskipun sudah lama diprediksi dalam model komputer, pola magnet campur ini baru bisa dilihat langsung menggunakan Solar Orbiter. Penelitian ini diharapkan bisa membantu dalam memahami dan memprediksi siklus aktivitas matahari dan dampaknya terhadap bumi. Misi Solar Orbiter yang diluncurkan tahun 2020 akan terus melakukan pengamatan sampai tahun 2029, dengan orbit yang semakin miring sehingga bisa mengamati kutub matahari lebih jelas dan terus memberikan data penting untuk ilmu pengetahuan matahari.
11 Jun 2025, 14.56 WIB

Pengamatan Revolusioner CLASS Ungkap Cahaya Pertama Alam Semesta dari Bumi

Setelah Big Bang, alam semesta dipenuhi kabut tebal elektron yang menghalangi cahaya. Saat alam semesta mendingin, proton dan elektron bergabung membentuk hidrogen netral, membuka jalan bagi radiasi microwave kuno untuk menyebar bebas di angkasa. Bintang-bintang pertama yang menyala di era Cosmic Dawn kemudian memancarkan energi besar yang mengionisasi kembali hidrogen netral, sebuah proses yang meninggalkan jejak unik dalam radiasi microwave yang masih bisa kita deteksi hari ini. Teleskop CLASS yang berada di Pegunungan Andes Chile berhasil mengamati sinyal microwave terpolarisasi yang sangat lemah ini langsung dari permukaan bumi, suatu pencapaian penting yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh teleskop luar angkasa seperti WMAP dan Planck. Dengan mencocokkan data CLASS dengan pengamatan dari misi luar angkasa, para ilmuwan kini bisa mengukur dengan lebih tepat bagaimana reionisasi mempengaruhi cahaya sisa Big Bang, membuka jendela baru untuk memahami masa awal alam semesta. Penelitian ini tidak hanya memperjelas gambaran awal alam semesta tapi juga membantu memperdalam pengetahuan tentang partikel misterius seperti materi gelap dan neutrino, membuka banyak kemungkinan baru dalam kosmologi masa depan.
11 Jun 2025, 07.00 WIB

Observatorium Rubin: Menangkap Bintang Lebih Banyak Dengan Gambar Super Cepat

Para ilmuwan kini bersiap menyambut Observatorium Vera C. Rubin, sebuah teleskop baru yang menggunakan kamera digital terbesar di dunia. Observatorium ini terletak di puncak Cerro Pachón di Chile dan akan mulai beroperasi penuh dalam beberapa bulan ke depan. Keistimewaan Rubin terletak pada kemampuannya mengambil gambar langit malam dengan resolusi sangat tinggi dan dalam waktu yang sangat cepat. Teleskop Rubin mampu memetakan seluruh langit bagian selatan setiap 3–4 malam dan akan mengamati setiap titik langit sekitar 800 kali selama sepuluh tahun. Foto yang dihasilkan sangat besar dan detail, memerlukan ratusan layar TV definisi tinggi untuk menampilkannya sepenuhnya. Dengan begitu banyak data, proyek ini didukung kolaborasi ilmiah yang besar untuk mempelajari berbagai fenomena alam semesta. Walaupun teleskop ini tidak memiliki cermin terbesar dibandingkan dengan teleskop lain yang ada atau yang akan datang, Rubin unggul dalam menangkap area langit yang sangat luas dengan kecepatan jauh lebih tinggi. Ini memungkinkan penemuan fenomena astronomi seperti bintang yang berubah kecerahan secara cepat, bintang yang meledak, bahkan benda langit yang mungkin berbahaya bagi Bumi. Konsep dan ide dasar dari Observatorium Rubin telah dikembangkan sejak 1990-an dan menjadi prioritas utama dalam survei astronomi nasional AS pada 2010. Dana dari lembaga pemerintah AS mendukung pembangunan yang dimulai pada 2015 dan pada 2019 teleskop ini dinamai untuk menghormati Vera Rubin, pionir studi materi gelap di alam semesta. Observatorium ini akan mengirimkan peringatan real-time sebanyak 8 juta per malam untuk setiap perubahan atau gerakan objek yang diamati. Ini membuka peluang untuk penemuan ilmiah baru dan dapat memberikan informasi penting segera ke komunitas astronomi global, sehingga membantu menjawab banyak pertanyaan besar tentang asal usul dan struktur alam semesta.
11 Jun 2025, 07.00 WIB

Observatorium Vera C. Rubin: Revolusi Baru dalam Memetakan Langit Malam

Observatorium Vera C. Rubin adalah proyek teleskop terbaru yang menggunakan kamera digital terbesar di dunia dengan resolusi 3.200 megapiksel, yang memungkinkan pemetaan langit bagian selatan secara luas dan cepat. Dibangun di pegunungan Chile, observatorium ini akan mengambil gambar penuh warna dari langit yang melebihi resolusi layar TV HD bergandengan. Teleskop ini akan memotret seluruh bagian langit selatan setiap tiga atau empat malam dan mengulang pengamatan pada setiap titik hingga 800 kali selama sepuluh tahun masa operasinya. Hal ini memungkinkan para ilmuwan mendapatkan data yang sangat lengkap untuk berbagai penelitian astronomi. Salah satu tujuan utama Rubin adalah mengamati perubahan cepat dan tak terduga pada bintang dan objek langit lain, dengan sistem pengirim peringatan otomatis yang bisa mengeluarkan 8 juta peringatan setiap malam tentang apa pun yang bergerak atau berubah cahaya. Meskipun cerminnya tidak sebesar beberapa teleskop lain, keunggulan Rubin terletak pada kemampuannya menangkap area sangat luas dengan kecepatan tinggi. Hal ini akan membantu dalam mempelajari sejarah alam semesta, kandungan materi gelap, dan juga dalam mengawasi objek yang berpotensi berbahaya di Tata Surya. Observatorium ini menandai langkah penting dalam evolusi teknologi pengamatan langit yang memanfaatkan kemajuan komputer dan sensor digital untuk menangani data astronomi dalam jumlah sangat besar, sehingga membuka peluang penelitian yang lebih dalam dan lebih luas di masa depan.
08 Jun 2025, 15.13 WIB

Kemungkinan Baru: Tabarakan Galaksi Bima Sakti dan Andromeda Tidak Pasti Terjadi

Selama ini kita percaya galaksi Bima Sakti dan Andromeda akan bertabrakan dalam lima miliar tahun. Perhitungan awal mengandalkan pengukuran kecepatan Andromeda yang datang ke arah kita menggunakan efek Doppler, menandakan galaksi itu bergerak langsung ke Bima Sakti. Namun, pergerakan melintang Andromeda sulit diukur dan sering diabaikan atau dianggap kecil sehingga prediksi tabrakan menjadi hampir pasti. Studi baru ini melihat kembali data dari teleskop Hubble dan misi Gaia dan mempertimbangkan ketidakpastian pada pengukuran posisi, kecepatan, dan massa galaksi. Dengan memasukkan semua ketidakpastian dan pengaruh gravitasi dua galaksi kecil yakni Large Magellanic Cloud dan M33, hasil simulasi komputer menunjukkan peluang hanya sekitar 50 persen bahwa tabrakan akan terjadi dalam 10 miliar tahun ke depan. Bila galaksi tetap tidak bertabrakan, kemungkinan besar mereka akan terus mengorbit satu sama lain tanpa bergabung. Dan jika terjadi tabrakan, bintang-bintang individu termasuk Matahari sangat kecil kemungkinannya bertabrakan karena jarak yang sangat luas di antara mereka. Meski masih ada ketidakpastian besar terkait gerakan melintang Andromeda yang sulit diukur, perbaikan data di masa depan mungkin memberikan jawaban lebih pasti tentang masa depan galaksi kita.

Baca Juga

  • Perlombaan Global dalam Teknologi Militer Hipersonik dan Nuklir Semakin Intens

  • Terobosan dalam Antarmuka Otak-Komputer Memberdayakan Komunikasi bagi Pasien Paralisis

  • Kemajuan dalam Antarmuka Otak-Komputer Memungkinkan Bicara untuk Pasien Paralisis

  • Lembaga Nonprofit Anne Wojcicki Mengakuisisi 23andMe di Tengah Permintaan Penghapusan Data

  • Beberapa Kecelakaan Boeing 787 Air India Menimbulkan Kekhawatiran Keamanan Penerbangan