Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Fokus
Sains

Terobosan dalam Komputasi Kuantum melalui Material Baru dan Inovasi Matematika

Share

Komputasi kuantum mengalami kemajuan signifikan berkat pemanfaatan material inovatif dan konsep matematika baru. Penelitian ini mencakup penggunaan laser dual-comb untuk transisi atom, material 2D yang terdaur ulang, serta pembuktian matematis dalam fraktal kuantum.

25 Agt 2025, 22.40 WIB

Teknik Spektroskopi Canggih Ungkap Rahasia Baru Unsur Samarium

Teknik Spektroskopi Canggih Ungkap Rahasia Baru Unsur Samarium
Para ilmuwan di Jerman berhasil mengungkap sifat baru dari unsur samarium dengan menggunakan teknik spektroskopi yang sangat canggih. Samarium adalah unsur tanah jarang yang penting untuk membuat magnet permanen berkinerja tinggi yang digunakan pada motor kendaraan listrik dan turbin angin. Masalah yang sering dihadapi dalam memahami struktur atom adalah kesulitan mengukur spektrum kompleks dan keterbatasan alat dalam menangkap semua panjang gelombang yang dibutuhkan. Untuk itu, tim peneliti menggunakan dual-comb spectroscopy, sebuah metode laser yang sangat presisi dan sensitif. Metode ini menggunakan dua laser dengan pola frekuensi khusus yang dapat mengukur spektrum atom secara luas dan detail, serta mampu membedakan sinyal yang sangat lemah. Penambahan beberapa fotodetektor membuat data yang diperoleh sangat jelas dan akurat. Dari hasil eksperimen, mereka menemukan beberapa garis absorpsi samarium yang sebelumnya tidak diketahui, menandakan adanya informasi atom yang tersembunyi selama ini. Hal ini menjadi terobosan penting untuk mengisi kekosongan data atomik pada unsur tanah jarang dan aktinida. Penemuan ini membuka jalan bagi pengembangan Spectroscopy 2.0, sebuah platform spektroskopi generasi baru yang dapat melakukan banyak pengukuran paralel, bahkan dalam kondisi medan magnet sangat kuat. Teknologi ini punya potensi besar untuk riset fisika dan teknologi material di masa depan.
25 Agt 2025, 07.00 WIB

Perjalanan Pembuktian Konjektur Sepuluh Martini dan Fenomena Hofstadter Butterfly

Perjalanan Pembuktian Konjektur Sepuluh Martini dan Fenomena Hofstadter Butterfly
Pada tahun 1974, Douglas Hofstadter seorang mahasiswa pascasarjana fisika bertemu dengan masalah rumit dalam teori kuantum. Ia mencoba menghitung tingkat energi elektron dalam kisi kristal yang dekat dengan medan magnet. Teman sekelompoknya hanya mampu menyelesaikan masalah tersebut untuk nilai rasional sebuah parameter bernama alpha, sedangkan untuk nilai irasional, penyelesaiannya masih menjadi misteri. Hofstadter memutuskan untuk mencoba pendekatan yang berbeda dengan menggunakan kalkulator meja HP 9820A untuk menguji nilai rata-rata energi untuk nilai rasional alpha. Hasilnya berupa pola fractal yang kemudian dijuluki sebagai Hofstadter butterfly yang menyerupai sayap kupu-kupu. Meski dicemooh oleh koleganya, dia tetap yakin pola tersebut mencerminkan sifat matematis yang mendalam, yaitu Cantor set. Beberapa tahun kemudian, matematikawan Barry Simon dan Mark Kac menghubungkan masalah ini dengan fungsi hampir-periodik. Mereka menyatakan bahwa untuk nilai irasional dari alpha, set energi yang diizinkan membentuk Cantor set, yang kemudian dikenal sebagai konjektur sepuluh martini. Namun, pembuktiannya tetap sulit dan belum selesai meskipun hadiah martini telah dipatok untuk siapa pun yang berhasil memecahkannya. Pada awal 2000-an, ilmuwan seperti Svetlana Jitomirskaya dan Artur Avila bekerja sama dan akhirnya berhasil membuktikan konjektur tersebut dengan metode kombinasi yang meskipun efektif, terasa seperti 'patchwork'. Sementara itu, ilmuwan di Columbia University berhasil mengamati Hofstadter butterfly secara eksperimental pada material grafena, menghubungkan teori matematika dengan fenomena fisik nyata. Penemuan ini memotivasi dikembangkannya teori global Avila yang kemudian diperluas oleh Lingrui Ge dan tim dengan hasil yang lebih sistematis dan luas. Keberhasilan ini tidak hanya memperkuat hubungan matematika dan fisika, tetapi juga membuka peluang inovasi di bidang kuantum dan material canggih di masa depan.
22 Agt 2025, 07.34 WIB

Kerutan Bahan 2D Mengendalikan Spin Elektron untuk Perangkat Kompak

Kerutan Bahan 2D Mengendalikan Spin Elektron untuk Perangkat Kompak
Para ilmuwan di Rice University menemukan bahwa kerutan kecil pada bahan dua dimensi (2D) seperti molybdenum ditelurit dapat mengontrol spin elektron dengan sangat presisi. Penemuan ini membuka peluang untuk perangkat spintronik yang lebih kecil dan lebih hemat energi dibanding komputer berbasis silikon sekarang. Spin adalah sifat kuantum dari elektron yang dapat bernilai 'up' atau 'down'. Teknologi spintronik yang menggunakan spin ini berpotensi mengatasi batasan teknologi silikon, namun spin sangat cepat hilang akibat tabrakan elektron di dalam material. Dalam penelitian ini, mereka membuktikan bahwa saat bahan 2D dilengkungkan, muncul medan listrik internal karena pergeseran muatan akibat perbedaan regangan di sisi atas dan bawah lembaran. Medan ini menyebabkan spin elektron membentuk pola unik yang disebut persistent spin helix (PSH) yang menjaga spin tetap stabil meskipun terjadi tabrakan. Kerutan atau lipatan tajam pada bahan 2D menghasilkan interaksi spin yang kuat dengan precession length hanya sekitar 1 nanometer, yang merupakan rekor terbaru. Precession length yang pendek memungkinkan pembuatan perangkat spintronik yang sangat kompak. Penelitian ini menunjukkan bagaimana perubahan bentuk makroskopik bahan bisa mengendalikan fenomena kuantum secara efektif, dan menjadi langkah penting untuk masa depan komputer yang menggunakan spin dengan efisiensi energi tinggi.
21 Agt 2025, 19.58 WIB

Protein dari Sel Hidup Jadi Qubit: Sensor Kuantum Masa Depan Dalam Tubuh Kita

Protein dari Sel Hidup Jadi Qubit: Sensor Kuantum Masa Depan Dalam Tubuh Kita
Para ilmuwan dari University of Chicago Pritzker School of Molecular Engineering telah berhasil mengubah sebuah protein yang berasal dari sel hidup menjadi qubit, unit dasar informasi dalam dunia komputasi kuantum. Ini merupakan langkah besar yang menunjukkan bahwa teknologi kuantum bisa bekerja di dalam lingkungan yang hangat dan berisik seperti di dalam tubuh kita. Protein yang mereka gunakan adalah Enhanced Yellow Fluorescent Protein (EYFP), yang biasa dipakai di dunia biologi untuk menandai sel secara fluoresen. Kini, protein ini mampu menunjukkan perilaku kuantum seperti spin koherensi dan resonansi magnetik yang biasanya hanya bisa dicapai pada kondisi sangat dingin dan terkontrol. Yang menarik, protein qubit ini dapat diinisialisasi, diubah-ubah menggunakan gelombang mikro, dan dibaca menggunakan cahaya, bahkan saat berada langsung di dalam sel hidup. Ini membuka peluang untuk menciptakan sensor kuantum yang dapat memantau proses biologis secara langsung dan sangat sensitif. Meskipun sensitivitasnya tidak sebaik sensor kuantum yang terbuat dari berlian, kelebihan utama dari protein qubit ini adalah kemampuannya yang bisa diprogram secara genetik di dalam organisme hidup. Ini artinya, di masa depan kita bisa mengamati proses seperti pelipatan protein dan perkembangan penyakit sejak awal dengan teknologi kuantum. Penemuan ini menandai era baru di mana batas antara fisika kuantum dan biologi mulai kabur, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi akan mengarah pada pemahaman serta aplikasi yang lebih mendalam terkait kehidupan dan materi pada skala atom.

Baca Juga

  • Terobosan dalam Teknologi Penangkapan Karbon untuk Memerangi Perubahan Iklim

  • Terobosan dalam Komputasi Kuantum melalui Material Baru dan Inovasi Matematika

  • Integrasi AI Meningkatkan Teknologi Kesehatan dan Pertahanan

  • Integrasi AI dan Bioteknologi Merevolusi Kesehatan

  • Kemajuan China dalam Teknologi Antariksa dan Nuklir