Fokus
Sains

Integrasi AI dan Bioteknologi Merevolusi Kesehatan

Share

Integrasi kecerdasan buatan (AI) dengan bioteknologi telah membawa inovasi signifikan dalam pengembangan produk medis dan konsumen, transformasi layanan kesehatan, serta penemuan obat. Perkembangan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi diagnosis, pengobatan, dan manajemen penyakit, sehingga memberikan manfaat besar bagi umat manusia.

24 Agt 2025, 15.23 WIB

Penelitian Baru Ungkap Cacat Berlian pada Eksperimen Fusi Nuklir Bertekanan Tinggi

Penelitian Baru Ungkap Cacat Berlian pada Eksperimen Fusi Nuklir Bertekanan Tinggi
Para ilmuwan di University of California San Diego meneliti bagaimana kapsul berlian yang digunakan dalam eksperimen fusi nuklir dapat mengalami kerusakan struktural akibat tekanan ekstrem. Kapsul ini berfungsi menahan bahan bakar fusi selama proses yang melibatkan laser berdaya tinggi, dan kerusakan pada kapsul bisa mengurangi efisiensi fusi. Eksperimen menggunakan laser untuk menciptakan gelombang kejut dalam berlian pada tekanan yang sangat tinggi, mencapai ratusan gigapascal. Pada tekanan 69 GPa, berlian tetap dalam keadaan elastis tanpa cacat, tetapi saat tekanan meningkat ke 115 GPa, mulai muncul berbagai cacat seperti fault dan dislokasi dalam struktur kristalnya. Temuan ini adalah pengamatan pertama kali secara langsung tentang fenomena amorfisasi akibat benturan yang sebelumnya hanya diprediksi melalui simulasi komputer. Amorfisasi ini artinya struktur berlian yang biasanya teratur menjadi rusak dan kehilangan pola kristalnya, yang berbahaya untuk fungsi kapsul pada fusi. Cacat dalam kapsul berlian ini berpengaruh pada ketidaksimetrisan implosi, yang sangat penting agar reaksi fusi dapat berlangsung optimal. Studi ini penting untuk memperbaiki cara simulasi dan desain kapsul berlian agar bisa mempertahankan integritasnya selama proses pengompresan yang sangat cepat dan kuat. Dengan pengetahuan ini, teknologi fusi nuklir di fasilitas seperti National Ignition Facility diharapkan bisa ditingkatkan sehingga menghasilkan energi fusi yang lebih maksimal dan efisien. Selain itu, pemahaman ini juga berpotensi berguna untuk pengembangan material terikat kovalen lain dalam kondisi ekstrim.
24 Agt 2025, 14.49 WIB

Algoritma Baru Mempercepat dan Memperbaiki Pelacakan Neutrino Asal Sinar Kosmik

Algoritma Baru Mempercepat dan Memperbaiki Pelacakan Neutrino Asal Sinar Kosmik
Bumi selalu diserbu oleh partikel energi tinggi yang disebut sinar kosmik, namun asal usulnya sulit diketahui karena medan magnet membelokkan perjalanan mereka. Neutrino adalah partikel istimewa yang bisa membantu melacak sumber sinar kosmik karena mereka jarang berinteraksi dan melaju lurus dari sumbernya sampai ke Bumi. Di Kutub Selatan, terdapat observatorium raksasa bernama IceCube yang menangkap neutrino dengan cara mengamati kilatan cahaya biru saat neutrino bertabrakan dengan atom es. Namun, proses menentukan arah neutrino dari cahaya ini sebelumnya memakan waktu lama dan kurang akurat, sehingga pencarian sumbernya menjadi sulit. Para peneliti dari Ruhr University Bochum mengembangkan algoritma baru yang dapat menghitung arah dan energi neutrino hanya dalam 30 detik, lalu mengirimkan data ini dengan cepat ke teleskop di seluruh dunia agar bisa segera mengamati sumber neutrino tersebut sebelum sinyal meredup. Algoritma baru ini menggunakan dua metode matematika yang dikombinasikan berdasarkan tingkat energi neutrino, sehingga hasil pelacakan menjadi lima kali lebih presisi untuk 50 persen area kepercayaan dan empat kali lebih kecil untuk 90 persen area kepercayaan dibandingkan sistem lama. Selain mendeteksi baru, algoritma ini juga digunakan untuk menganalisis ulang data lama selama sepuluh tahun, menghilangkan dugaan hubungan dengan beberapa fenomena, namun mengungkap kemungkinan dua neutrino berasal dari galaksi aktif NGC 7469, yang bisa menjadi petunjuk utama dalam menemukan sumber sinar kosmik.
23 Agt 2025, 07.04 WIB

Sensor Napas Inovatif dari Penn State Untuk Deteksi Diabetes Cepat dan Murah

Diabetes merupakan penyakit yang dialami oleh sekitar 37 juta orang dewasa di Amerika Serikat, dimana satu dari lima orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap diabetes. Cara diagnosis yang sering dilakukan saat ini membutuhkan prosedur rumit seperti pengambilan darah atau pemeriksaan laboratorium yang mahal dan kurang praktis. Peneliti di Penn State mengembangkan teknologi sensor baru yang dapat mengukur kadar aseton dalam napas, sebuah indikator risiko diabetes jika melebihi 1,8 bagian per juta. Kelebihan dari teknologi ini adalah kecepatan hasil dan kemudahan pengambilan sampel hanya dengan menghembuskan napas ke dalam kantong. Sensor tersebut terbuat dari laser-induced graphene yang dihasilkan dari pembakaran film polimida dengan laser CO2 dan dilapisi zinc oxide yang membuat sensor lebih selektif khusus untuk mendeteksi molekul aseton. Sensor juga dilengkapi membran khusus agar tidak terganggu oleh kandungan uap air dalam napas. Saat ini, penggunaan sensor membutuhkan napas yang dikumpulkan ke dalam kantong agar aliran udara lingkungan tidak mengganggu hasil. Namun tim peneliti berencana membuat sensor yang bisa dipasang langsung di bawah hidung atau di dalam masker agar lebih praktis dan mudah digunakan sehari-hari. Teknologi ini tidak hanya penting untuk diagnosis diabetes, tetapi juga memiliki potensi untuk penggunaan kesehatan lainnya seperti memantau perubahan kadar aseton yang berkaitan dengan pola makan dan olahraga. Penelitian ini didukung oleh National Institutes of Health dan National Science Foundation, dan hasilnya dipublikasikan di Chemical Engineering Journal.
23 Agt 2025, 06.58 WIB

Penemuan Kilatan Radio Terdekat dan Terterang Memecahkan Misteri FRB

Ledakan radio cepat atau Fast Radio Bursts (FRBs) adalah salah satu sinyal paling misterius di alam semesta. Sinyal ini sangat kuat, meski cuma bertahan dalam hitungan milidetik, bisa terdeteksi dari jarak miliaran tahun cahaya. Baru-baru ini, para ilmuwan berhasil mendeteksi salah satu FRB terdekat dan paling terang yang pernah tercatat, yang dipelajari dengan sangat rinci. Deteksi ini dilakukan dengan bantuan teleskop radio CHIME di Kanada yang telah ditingkatkan dengan sistem Outriggers, yaitu tiga teleskop kecil yang tersebar di Amerika Utara. Sistem gabungan ini bisa menentukan posisi sumber sinyal FRB dengan sangat tepat, bagaikan menentukan cabang pohon tempat seekor kunang-kunang berada di sebuah hutan. Pada tanggal 16 Maret 2025, CHIME menemukan kilatan radio sangat terang dari galaksi spiral NGC4141 yang jaraknya hanya 130 juta tahun cahaya, tergolong sangat dekat secara kosmik. Kilatan ini terjadi di tepi daerah pembentukan bintang, yang memberikan petunjuk baru tentang karakter sumber FRB tersebut. Para ilmuwan menduga FRB ini berasal dari magnetar, sebuah jenis bintang neutron muda dengan medan magnet sangat kuat. Namun, lokasi kilatan ini yang agak jauh dari pusat daerah pembentukan bintang berarti magnetar ini mungkin lebih tua dari biasanya, berbeda dengan magnetar muda yang pernah diamati sebelumnya. FRB yang dinamai RBFLOAT ini merupakan peristiwa sekali terjadi, tidak mengulang selama enam tahun pengamatan CHIME. Penemuan ini membantu ilmuwan memahami perbedaan antara FRB pengulang dan yang tidak, serta membuka jalan bagi studi yang lebih rinci dan luas tentang berbagai jenis sumber FRB.
21 Agt 2025, 19.58 WIB

Protein dari Sel Hidup Jadi Qubit: Sensor Kuantum Masa Depan Dalam Tubuh Kita

Para ilmuwan dari University of Chicago Pritzker School of Molecular Engineering telah berhasil mengubah sebuah protein yang berasal dari sel hidup menjadi qubit, unit dasar informasi dalam dunia komputasi kuantum. Ini merupakan langkah besar yang menunjukkan bahwa teknologi kuantum bisa bekerja di dalam lingkungan yang hangat dan berisik seperti di dalam tubuh kita. Protein yang mereka gunakan adalah Enhanced Yellow Fluorescent Protein (EYFP), yang biasa dipakai di dunia biologi untuk menandai sel secara fluoresen. Kini, protein ini mampu menunjukkan perilaku kuantum seperti spin koherensi dan resonansi magnetik yang biasanya hanya bisa dicapai pada kondisi sangat dingin dan terkontrol. Yang menarik, protein qubit ini dapat diinisialisasi, diubah-ubah menggunakan gelombang mikro, dan dibaca menggunakan cahaya, bahkan saat berada langsung di dalam sel hidup. Ini membuka peluang untuk menciptakan sensor kuantum yang dapat memantau proses biologis secara langsung dan sangat sensitif. Meskipun sensitivitasnya tidak sebaik sensor kuantum yang terbuat dari berlian, kelebihan utama dari protein qubit ini adalah kemampuannya yang bisa diprogram secara genetik di dalam organisme hidup. Ini artinya, di masa depan kita bisa mengamati proses seperti pelipatan protein dan perkembangan penyakit sejak awal dengan teknologi kuantum. Penemuan ini menandai era baru di mana batas antara fisika kuantum dan biologi mulai kabur, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi akan mengarah pada pemahaman serta aplikasi yang lebih mendalam terkait kehidupan dan materi pada skala atom.