
Biaya pemeliharaan dan modernisasi persenjataan nuklir Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai Rp 15.56 quadriliun ($946 miliar) selama dekade berikutnya, menurut laporan terbaru dari Congressional Budget Office (CBO). Proyeksi ini mencakup tahun 2025 hingga 2034 dan didasarkan pada permintaan anggaran tahun fiskal 2025 dari Departemen Pertahanan (DoD) dan Departemen Energi (DoE).
Laporan tersebut menunjukkan bahwa biaya ini meningkat 25 persen dibandingkan proyeksi sebelumnya, dengan program ICBM Sentinel menjadi pendorong utama peningkatan biaya. Biaya pemeliharaan dan modernisasi nuklir akan mencapai rata-rata Rp 1.56 quadriliun ($95 miliar) per tahun, dengan Rp 5.87 quadriliun ($357 miliar) untuk operasi dan pemeliharaan, Rp 5.08 quadriliun ($309 miliar) untuk modernisasi sistem pengiriman dan hulu ledak, Rp 1.18 quadriliun ($72 miliar) untuk modernisasi fasilitas, dan Rp 1.30 quadriliun ($79 miliar) untuk peningkatan sistem komando, kontrol, komunikasi, dan peringatan dini.
Para analis memperingatkan bahwa peningkatan biaya ini dapat mempengaruhi upaya untuk meningkatkan anggaran militer AS menjadi Rp 16.45 quadriliun ($1 triliun) pada tahun 2026. Daryl Kimball dari Arms Control Association menekankan bahwa biaya persenjataan nuklir AS kemungkinan akan terus meningkat dan mendesak pemerintahan Trump untuk terlibat dalam langkah-langkah pengendalian senjata dengan China dan mempertahankan batasan penyebaran senjata nuklir yang diatur oleh perjanjian New START dengan Rusia.