Courtesy of TheVerge
Ikhtisar 15 Detik
- Influencer sering kali terjebak dalam pola konten yang monoton karena algoritma media sosial.
- Kreativitas di media sosial dapat terhambat oleh kebutuhan untuk mengikuti tren yang sudah ada.
- Perdebatan tentang influencer mencerminkan masalah yang lebih besar dalam dunia digital tentang orisinalitas dan reproduksi konten.
TikTok telah menjadi platform di mana video dari orang biasa bisa mendapatkan jutaan tampilan tanpa alasan yang jelas. Baru-baru ini, seorang pengguna TikTok bernama @martinifeeny mengungkapkan kebenciannya terhadap para influencer di New York, menyebut mereka membosankan dan serupa satu sama lain. Banyak komentar muncul, dengan beberapa orang menyarankan untuk mengikuti influencer yang lebih beragam agar tidak merasa bosan. Beberapa influencer bahkan membuat video tanggapan, menunjukkan betapa sensitifnya topik ini.
Fenomena ini mencerminkan keadaan media sosial secara umum, di mana banyak konten yang terlihat mirip karena algoritma platform mendorong pencipta untuk membuat video yang mudah dipahami dan menarik perhatian. Influencer sering kali terjebak dalam pola yang sama karena mereka ingin mendapatkan lebih banyak tampilan dan interaksi. Akibatnya, banyak influencer di New York terlihat dan terdengar serupa, bukan karena mereka orang yang membosankan, tetapi karena cara kerja platform dan tuntutan untuk menjual produk.
--------------------
Analisis Kami: Fenomena ini merefleksikan bagaimana teknologi membentuk kreativitas dengan cara yang restriktif, mengorbankan keberagaman dan keunikan demi efisiensi dan keuntungan. Kondisi ini memperlihatkan paradoks media sosial sebagai alat ekspresi yang sebenarnya menghambat kreativitas sejati di balik penampilan kebebasan.
--------------------
Analisis Ahli:
Zeynep Tufekci (akademisi teknologi dan sosiolog): Fenomena ini menunjukkan bagaimana algoritma media sosial tidak hanya memengaruhi apa yang kita lihat, tapi juga bagaimana pencipta konten harus menyesuaikan diri agar bisa bertahan, menghasilkan homogenisasi budaya digital.
Tristan Harris (pakar etika teknologi): Tekanan algoritma untuk menghasilkan konten yang disengaja mudah dicerna menghapus keunikan kreator dan menciptakan budaya visual yang membosankan dan komersialisasi tinggi.
--------------------
What's Next: Konten di media sosial akan semakin seragam dan monoton karena algoritma dan tekanan pasar terus mendorong pengulangan formula sukses daripada inovasi orisinalitas.
Referensi:
[1] https://theverge.com/news/632040/nyc-influencers-boring-tiktok-algorithms
[1] https://theverge.com/news/632040/nyc-influencers-boring-tiktok-algorithms
Pertanyaan Terkait
Q
Apa yang dikatakan pengguna TikTok @martinifeeny tentang influencer New York?A
Pengguna TikTok @martinifeeny menyatakan bahwa dia membenci semua influencer New York karena mereka membosankan dan merupakan salinan satu sama lain.Q
Mengapa konten influencer sering terlihat sama?A
Konten influencer sering terlihat sama karena mereka mengikuti formula yang sama yang disukai oleh algoritma media sosial.Q
Apa yang menjadi penyebab utama dari monotoninya konten di media sosial?A
Penyebab utama dari monotoninya konten di media sosial adalah tekanan untuk menghasilkan konten yang dapat diterima dan disukai oleh algoritma.Q
Bagaimana algoritma mempengaruhi cara influencer membuat konten?A
Algoritma mempengaruhi cara influencer membuat konten dengan memberikan insentif untuk membuat video yang mirip dengan yang sudah populer.Q
Apa yang dimaksud dengan 'drama' dalam konteks artikel ini?A
Drama dalam konteks artikel ini merujuk pada perdebatan tentang influencer yang terlihat serupa dan bagaimana hal itu mencerminkan keadaan media sosial saat ini.