Courtesy of CNBCIndonesia
Regulatory Charge Tinggi Hambat Perkembangan 5G di Indonesia, ATSI Desak Pemerintah Review
Mengajukan agar biaya regulatory charge direview agar lebih adil dan tidak memberatkan operator telekomunikasi, sehingga pengembangan jaringan 5G dapat lebih optimal dan industri telekomunikasi di Indonesia bisa tumbuh sehat serta memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat dan negara.
29 Sep 2025, 18.05 WIB
90 dibaca
Share
Ikhtisar 15 Detik
- Biaya regulasi yang tinggi dapat menghambat pengembangan jaringan 5G di Indonesia.
- ATSI meminta pemerintah untuk meninjau kembali biaya regulasi agar industri telekomunikasi lebih kompetitif.
- Penerapan biaya yang adil di seluruh ekosistem telekomunikasi dapat meningkatkan layanan internet di Indonesia.
Jakarta, Indonesia - Biaya regulatory charge untuk operator telekomunikasi di Indonesia dinilai sangat tinggi, mencapai 12% hingga 40% dari total pendapatan. Hal ini membuat para operator sulit berinvestasi dalam pengembangan jaringan terutama jaringan 5G yang membutuhkan bandwidth besar.
Ketua ATSI, Dian Siswarini, menyatakan bahwa dengan besarnya biaya tersebut, pengembangan 5G bisa jadi tidak layak secara bisnis bagi operator. Jaringan 5G saat ini hanya tersedia di beberapa kota saja dan masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga.
Dian meminta pemerintah untuk melakukan kajian ulang terhadap formula pengenaan biaya regulatory charge ini. Ia juga mengusulkan agar biaya tersebut tidak hanya dibebankan pada operator telekomunikasi saja, tetapi juga pada pemain lain yang mendapatkan manfaat besar seperti platform over-the-top (OTT).
Dengan kebijakan yang lebih adil dan seimbang, diharapkan perusahaan operator telekomunikasi dapat tumbuh dan berkembang dengan lebih sehat. Hal ini juga akan meningkatkan kualitas layanan internet sehingga masyarakat dapat menikmati kecepatan internet yang lebih baik.
Intinya, Dian menginginkan adanya kesetaraan dalam aturan pengenaan biaya dengan prinsip 'same service, same rule' agar semua pihak yang diuntungkan dalam ekosistem digital dapat berkontribusi secara adil, sehingga pemerintah tetap menerima pendapatan tanpa mengorbankan kemajuan teknologi.
Referensi:
[1] https://www.cnbcindonesia.com/tech/20250929151817-37-671171/ternyata-ini-alasan-ri-susah-pindah-ke-5g-bikin-internet-susah-ngebut
[1] https://www.cnbcindonesia.com/tech/20250929151817-37-671171/ternyata-ini-alasan-ri-susah-pindah-ke-5g-bikin-internet-susah-ngebut
Analisis Ahli
Dian Siswarini
"Regulatory charges yang terlalu besar membuat bisnis 5G tidak viable dan menghambat pengembangan jaringan serta layanan internet yang lebih baik di Indonesia."
Analisis Kami
"Biaya regulatory charge yang terlalu tinggi jelas membebani operator dan menghalangi investasi di teknologi baru seperti 5G. Pemerintah perlu segera menyeimbangkan antara penerimaan negara dan pengembangan infrastruktur digital agar Indonesia tidak semakin tertinggal dalam era ekonomi digital."
Prediksi Kami
Jika biaya regulatory charge tidak direvisi, pengembangan 5G di Indonesia akan terus terhambat, memperlambat kemajuan teknologi dan kualitas layanan internet yang dibutuhkan masyarakat dan industri.
Pertanyaan Terkait
Q
Apa yang menjadi fokus utama ATSI?A
Fokus utama ATSI adalah masalah biaya regulasi yang tinggi untuk penyelenggara operator telekomunikasi di Indonesia.Q
Mengapa biaya regulasi dianggap tinggi oleh ATSI?A
Biaya regulasi dianggap tinggi karena berkisar antara 12%-40% dari total pertumbuhan pendapatan operator.Q
Apa dampak dari biaya regulasi yang tinggi terhadap pengembangan jaringan 5G?A
Dampak dari biaya regulasi yang tinggi adalah operator kesulitan mengembangkan jaringan 5G karena kebutuhan bandwidth yang besar.Q
Siapa yang menyampaikan pendapat mengenai masalah biaya regulasi ini?A
Pendapat mengenai masalah biaya regulasi ini disampaikan oleh Dian Siswarini, Ketua Umum ATSI.Q
Apa saran Dian Siswarini kepada pemerintah terkait biaya regulasi?A
Dian Siswarini menyarankan agar pemerintah melakukan kajian ulang terhadap biaya regulasi agar industri telekomunikasi lebih sehat dan berkembang.