
Klarna, perusahaan fintech asal Swedia yang terkenal dengan layanan beli sekarang, bayar kemudian (BNPL), resmi melantai di Bursa Efek New York dengan harga pembukaan saham yang mencapai Rp 855.14 ribu ($52) , naik lebih dari 30% dari harga IPO awalnya sebesar Rp 657.80 ribu ($40) per saham. IPO ini berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 22.53 triliun ($1,37 miliar) , menjadikan valuasi perusahaan mencapai sekitar Rp 296.01 triliun ($18 miliar) .
Harga saham tersebut menunjukkan antusiasme investor yang tinggi terhadap Klarna, terutama setelah perusahaan menunda IPO sebelumnya karena kondisi pasar yang tidak stabil. Klarna kini memiliki basis pengguna sebanyak 111 juta dan telah bermitra dengan 790.000 merchant di seluruh dunia, memperkuat posisinya sebagai pemimpin di sektor BNPL.
Keberhasilan IPO Klarna datang bersamaan dengan tren positif di pasar modal New York, dengan beberapa perusahaan teknologi dan fintech lain juga berencana meluncurkan IPO mereka. Hal ini menandai pemulihan dari periode lesu pasar modal pada awal tahun dan tingginya minat investor terhadap saham-saham teknologi.
Meskipun pasar masih memandang skeptis terhadap risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan BNPL, data menunjukkan bahwa Klarna memiliki tingkat pembayaran kembali pinjaman konsumen yang sangat baik, yakni 99% pada tahun 2024, jauh lebih rendah dibandingkan tingkat kredit macet pada kartu kredit bank AS.
Dengan valuasi yang meningkat dan saham yang kuat di pasar, Klarna diperkirakan akan menjadi pemain utama di industri fintech. Namun, investor perlu mempertimbangkan risiko dan volatilitas pasar yang masih ada dalam jangka panjang, terutama mengingat sejarah pendanaan dan nilai valuasi yang berfluktuasi sebelumnya.