Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Fokus
Sains

Kegoncangan Jaringan Satelit: Keruntuhan Starlink dan Persaingan dari Cina

Share

Kisah ini mengungkap serangkaian insiden yang menimpa jaringan Starlink, mulai dari ledakan satelit hingga hampir terjadi tabrakan yang mengancam operasi komunikasi luar angkasa. Sementara itu, pesaing dari Cina mulai menorehkan jejak dengan satelit alternatif yang menambah dinamika kompetitif di sektor ini.

19 Des 2025, 14.20 WIB

Satelit Starlink SpaceX Alami Kerusakan, Puluhan Puing Lepas di Orbit

Satelit Starlink SpaceX Alami Kerusakan, Puluhan Puing Lepas di Orbit
SpaceX mengumumkan adanya insiden anomali yang dialami salah satu satelit Starlink mereka saat berada di orbit rendah Bumi pada tanggal 17 Desember 2025. Kejadian ini mengakibatkan satelit tersebut putus kontak dengan pusat kendali dan menghasilkan sejumlah puing-puing kecil. Satelit itu melayang di ketinggian sekitar 418 km sebelum mulai turun menuju atmosfer. Menurut SpaceX, satelit yang bermasalah tersebut masih sebagian besar dalam kondisi utuh dan berputar-putar di orbit. Namun, setelah terjadi insiden yang diduga melibatkan ledakan internal, satelit tersebut mulai turun dengan cepat hingga mencapai ketinggian 4 km sebelum akhirnya akan terbakar habis saat masuk kembali ke atmosfer dalam beberapa minggu ke depan. SpaceX saat ini bekerja sama erat dengan Pasukan Luar Angkasa Amerika Serikat dan NASA untuk memantau puing-puing yang dihasilkan dari insiden ini demi menjaga keamanan satelit lainnya di orbit. Meskipun jumlah puing-puing tidak diumumkan secara resmi oleh SpaceX, lembaga pengawas luar angkasa independen LeoLabs telah mendeteksi puluhan fragmen puing yang beredar akibat insiden tersebut. Dari analisis LeoLabs, penurunan ketinggian satelit yang cepat memperkirakan bahwa penyebab insiden kemungkinan berasal dari masalah internal satelit itu sendiri, bukan tabrakan dengan objek luar angkasa lain. Walaupun adanya puing-puing ini bisa menimbulkan risiko, insiden ini tergolong skala kecil jika dibandingkan dengan kasus pecahnya satelit Intelsat yang menghasilkan ratusan kepingan atau badan roket China yang meledak tahun lalu. Secara keseluruhan, kejadian ini menjadi peringatan bagi industri satelit tentang pentingnya pengelolaan dan penanganan puing antariksa agar tidak membahayakan operasional satelit lain. SpaceX diharapkan akan meningkatkan teknologi dan strategi pencegahan demi menjaga kelangsungan jaringan Starlink yang sangat bergantung pada kestabilan orbit.
18 Des 2025, 16.40 WIB

SpaceSail China Tantang Starlink dengan Internet Satelit di Brasil 2026

SpaceSail China Tantang Starlink dengan Internet Satelit di Brasil 2026
Layanan internet berbasis satelit yang selama ini dikenal dengan Starlink milik Elon Musk mendapat pesaing baru dari China bernama SpaceSail. SpaceSail dikendalikan oleh pemerintah Shanghai dan tengah memperluas akses internet satelit ke berbagai negara. SpaceSail akan mulai beroperasi di Brasil pada paruh pertama tahun 2026. Perusahaan ini telah menandatangani nota kesepahaman dengan Telebras, perusahaan telekomunikasi Brasil, untuk menyediakan layanan internet di sekolah, rumah sakit, dan daerah terpencil di negara tersebut. Selain Brasil, SpaceSail juga sedang bernegosiasi dengan lebih dari 30 negara lain, termasuk Kazakhstan. Ini menunjukkan rencana mereka untuk memperluas jaringan layanan internet satelit secara global. Jumlah satelit yang direncanakan SpaceSail adalah sekitar 648 satelit LEO tiap tahun, dengan target mencapai 15.000 satelit pada tahun 2030. Sementara itu, Starlink saat ini memiliki sekitar 7.000 satelit dan berencana mengoperasikan hingga 42.000 satelit di akhir dekade ini. Di Brasil sendiri, selain SpaceSail, ada juga pemain lain yang siap bersaing seperti Project Kuiper milik Jeff Bezos dan Telesat dari Kanada. Pemerintah Brasil sangat mendukung kehadiran layanan internet satelit ini demi meningkatkan akses internet berkecepatan tinggi di daerah terpencil.
16 Des 2025, 17.25 WIB

Starlink Melonjak, Internet Satelit Kini Hadir di 20 Negara Baru Tahun 2025

Starlink Melonjak, Internet Satelit Kini Hadir di 20 Negara Baru Tahun 2025
Starlink, layanan internet satelit dari SpaceX, terus berkembang pesat pada tahun 2025 dengan cakupan yang meluas ke lebih dari 20 negara dan wilayah baru. Hal ini membuat Starlink menjadi pilihan utama untuk konektivitas di daerah yang sebelumnya sulit dijangkau oleh jaringan internet tradisional. Menurut laporan dari Cloudflare, volume permintaan penggunaan internet Starlink di seluruh dunia meningkat hingga 2,3 kali lipat dalam satu tahun terakhir. Peningkatan ini terlihat dari lonjakan trafik di beberapa negara seperti Armenia, Nigeria, Sri Lanka, dan Sint Maarten yang baru mendapatkan akses. Selain itu, aktivitas internet Starlink juga tercatat dari lokasi yang secara resmi belum tersedia layanan tersebut, kemungkinan karena pengguna roaming yang memanfaatkan layanan ini saat berpindah wilayah. Ini memperlihatkan fleksibilitas teknologi Starlink yang mendukung mobilitas pengguna seperti pesawat dan kapal. Beberapa negara yang telah mendapatkan akses Starlink sebelum 2025 juga mengalami pertumbuhan lalu lintas yang sangat signifikan, contohnya Benin dengan 51 kali lipat, Timor Leste 19 kali, dan Botswana 16 kali. Botswana mencatat pertumbuhan puncak trafik internet tertinggi mencapai 298% pada November 2025. Tren ini menunjukkan bahwa Starlink semakin menjadi solusi penting bagi negara-negara berkembang dan daerah terpencil dalam mengatasi tantangan keterbatasan akses internet. Dengan terus berkembangnya teknologi ini, diperkirakan layanan Starlink akan semakin kuat dan menjangkau lebih banyak wilayah di masa depan.
15 Des 2025, 15.15 WIB

Insiden Nyaris Tabrakan Satelit Starlink dan Roket China Soroti Risiko Koordinasi

Insiden Nyaris Tabrakan Satelit Starlink dan Roket China Soroti Risiko Koordinasi
Pada Selasa, 9 Desember 2025, roket Kinetica 1 milik CAS Space asal China meluncurkan sembilan satelit dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan. Salah satu satelit yang dibawa dilaporkan melintas sangat dekat, hanya sekitar 200 meter, dari satelit Starlink-6079 milik SpaceX yang berada di orbit 560 kilometer di atas Bumi. Michael Nicolls, Wakil Presiden Teknik Starlink SpaceX, menyatakan insiden ini terjadi karena minimnya koordinasi dan komunikasi antaroperator satelit saat menentukan lintasan satelit di orbit. SpaceX menilai tidak ada upaya pemberitahuan sebelumnya, sehingga meningkatkan risiko tabrakan antar satelit. CAS Space menanggapi dengan mengatakan mereka telah menjalankan sistem pemantauan berbasis darat untuk mencegah tabrakan dan akan menyelidiki insiden ini lebih lanjut. Mereka juga menekankan bahwa insiden tersebut terjadi hampir 48 jam setelah pemisahan muatan, ketika misi peluncuran secara teknis sudah selesai. Jumlah satelit aktif di orbit Bumi meningkat drastis dari sekitar 3.400 unit pada 2020 menjadi sekitar 13.000 pada 2025, dengan SpaceX menjadi pemain utama dengan hampir 9.300 satelit Starlink yang beroperasi. Lonjakan ini menyebabkan peningkatan risiko tabrakan yang dapat mengakibatkan efek domino berupa puing antariksa. Para ahli mengingatkan bahwa satu tabrakan saja bisa memicu Sindrom Kessler, yaitu ledakan puing antariksa yang menyebabkan orbit tertentu menjadi sangat berbahaya untuk dilalui atau digunakan, sehingga mengancam keberlangsungan layanan satelit dan operasi luar angkasa di masa depan.

Baca Juga

  • Perlombaan Biotek AI Global: Inovasi Kolaboratif dan Persaingan dalam Penemuan Obat

  • Anomali Air Tak Terduga di Indonesia Memicu Kekhawatiran Lingkungan

  • Kegoncangan Jaringan Satelit: Keruntuhan Starlink dan Persaingan dari Cina

  • Sektor Antariksa Muncul di India: Kendaraan Peluncuran yang Dapat Digunakan Kembali dan Inovasi Pertahanan Rudal

  • Kewaspadaan Ilmiah Global terhadap Komet 3I/ATLAS saat Mendekati Bumi