Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Pomodo
TwitterInstagram
Tentang
TeknologiKecerdasan BuatanKendaraan Listrik dan BateraiKeamanan SiberPengembangan SoftwareGadgets dan WearablePermainan Console, PC, Mobile dan VRRobotika
BisnisEkonomi MakroStartup dan KewirausahaanManajemen dan Strategi BisnisMarketing
SainsFisika dan KimiaMatematikaNeurosains and PsikologiKesehatan dan Obat-obatanIklim dan LingkunganAstronomi dan Penjelajahan Luar Angkasa
FinansialMata Uang KriptoInvestasi dan Pasar ModalPerencanaan KeuanganPerbankan dan Layanan KeuanganKebijakan Fiskal
Stories
Sains

Inovasi Bioteknologi dalam Rekayasa Genetik dan Solusi Kesehatan

Share

Para ilmuwan mengembangkan teknik baru dalam rekayasa genetik, seperti penyesuaian bakteri Black Death untuk mengurangi virulennya dan produksi DNase1 oleh sel ragi untuk terapi yang lebih murah. Penelitian ini berpotensi meningkatkan perawatan kesehatan dan memperluas kemampuan bertahan hidup manusia di luar angkasa.

29 Mei 2025, 15.02 WIB

Necrosis: Kunci Menghentikan Penuaan dan Penyakit Kronis di Bumi dan Luar Angkasa

Necrosis: Kunci Menghentikan Penuaan dan Penyakit Kronis di Bumi dan Luar Angkasa
Necrosis adalah jenis kematian sel yang tidak terprogram dan sering dianggap hanya sebagai akhir dari proses biologis biasa. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa necrosis sebenarnya memicu kerusakan jaringan dan mempercepat proses penuaan serta penyakit kronis seperti Alzheimer, gagal ginjal, dan penyakit jantung. Sel-sel yang mati secara necrosis melepaskan bahan beracun yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada sel-sel tetangganya. Para ilmuwan dari University College London, LinkGevity, dan European Space Agency menegaskan pentingnya meninjau ulang pandangan tentang necrosis. Dr Keith Siew menekankan bagaimana kematian sel ini memengaruhi jaringan dan tubuh secara keseluruhan. Dengan menghentikan atau menunda necrosis, kita berpotensi memperlambat penuaan dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh rantai reaksi kerusakan ini. Penelitian ini juga menyoroti tantangan kesehatan serius di luar angkasa. Astronot yang menjalani misi jangka panjang mengalami percepatan penuaan akibat mikrogravitasi dan radiasi kosmik, yang memperparah necrosis dan kerusakan organ. Studi terbaru menunjukkan fungsi ginjal menurun drastis dalam kondisi tersebut, mengancam kelangsungan misi luar angkasa yang lama. Menghentikan necrosis bisa mengubah cara kita mengobati berbagai penyakit kronis dan mengatasi penuaan. Jika proses ini dapat diperlambat atau dihentikan, tubuh bisa memperbaiki diri lebih efektif dan memperlambat kerapuhan organ. Itu berarti harapan baru untuk perawatan penyakit kardiovaskular, gangguan neurodegeneratif, dan masalah lain yang berhubungan dengan penuaan. Kesimpulannya, necrosis bukan lagi sekadar akhir dari jejak sel, tetapi merupakan titik pusat yang menghubungkan penuaan, penyakit, dan keselamatan manusia dalam misi luar angkasa. Penemuan ini membuka peluang baru di bidang pengobatan dan eksplorasi luar angkasa agar manusia dapat hidup lebih panjang dan sehat, baik di Bumi maupun di luar angkasa.
29 Mei 2025, 07.00 WIB

Perubahan Genetik pada Bakteri Pes Bikin Penyakit Jadi Kurang Mematikan Tapi Lebih Menular

Perubahan Genetik pada Bakteri Pes Bikin Penyakit Jadi Kurang Mematikan Tapi Lebih Menular
Bakteri Yersinia pestis adalah penyebab dari wabah pes yang sangat mematikan seperti Black Death yang terjadi pada abad ke-14 dan wabah sebelumnya di abad ke-6. Meski saat ini wabah ini jarang terjadi, bakteri ini masih ada di beberapa wilayah dunia seperti Amerika Serikat, Afrika, dan Asia. Penyakit ini biasanya menyebar melalui kutu yang menginfeksi tikus dan kemudian menular ke manusia. Penelitian terbaru menemukan bahwa ada strain Yersinia pestis dengan perubahan genetik pada gen pla yang membuat penyakit menjadi kurang fatal. Penelitian ini dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Ravneet Sidhu di McMaster University. Mereka mempelajari efek pengurangan gen pla dengan menginfeksi tikus dan mengamati tingkat kematian serta keparahan penyakit. Hasilnya menunjukkan bahwa tikus yang terinfeksi strain dengan gen pla yang berkurang hidup lebih lama hampir dua hari dibandingkan tikus yang terinfeksi strain dengan gen pla normal. Tingkat kematian juga berkurang dari 100% menjadi 85%. Namun, pada infeksi melalui darah atau paru-paru, strain dengan gen pla yang berkurang tetap sama fatalnya dengan strain normal. Analisis genetik juga menunjukkan bahwa pengurangan gen pla ini disebabkan oleh hilangnya segmen DNA sepanjang 2.100 pasangan basa dalam genom bakteri. Studi memasukkan data dari strain kuno dan modern dan menemukan bahwa 30-50% strain kuno dan beberapa strain modern menunjukkan pengurangan gen ini. Fenomena ini diyakini berkaitan dengan cara bakteri beradaptasi untuk menyebar lebih efisien di populasi tikus yang semakin kecil. Sidhu dan timnya menyimpulkan bahwa pengurangan gen pla mungkin membuat tikus yang terinfeksi tetap hidup lebih lama dan lebih memungkinkan mereka untuk menyebarkan penyakit ke populasi tikus lain. Dengan demikian, hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya wabah dalam area yang terdapat populasi tikus yang tersebar atau terfragmentasi.
29 Mei 2025, 01.52 WIB

Ilmuwan Berhasil Buat Enzim DNase1 Manusia dari Ragi, Potensi Obat Lebih Murah

Ilmuwan Berhasil Buat Enzim DNase1 Manusia dari Ragi, Potensi Obat Lebih Murah
DNase1 adalah enzim penting yang membantu memecah DNA bebas di tubuh dan digunakan dalam pengobatan cystic fibrosis untuk mengencerkan lendir tebal di paru-paru pasien. Sejak lama, produksi DNase1 manusia menggunakan metode yang mahal dengan sel mamalia immortal seperti sel ovarium hamster. Tim dari Ruhr University Bochum berhasil memproduksi DNase1 manusia menggunakan ragi Pichia pastoris. Mereka menyisipkan DNA rekombinan ke ragi yang kemudian dapat mengekspresikan dan mengeluarkan enzim tersebut secara stabil. Keuntungan menggunakan ragi adalah biaya produksi yang lebih rendah, proses kultur yang lebih mudah, dan risiko infeksi yang lebih kecil dibandingkan sel mamalia. Namun, hasil produksi enzim di ragi masih di bawah ekspektasi, terutama dibandingkan dengan produksi enzim versi tikus yang hampir 82% mirip. DNase1 manusia yang diproduksi secara tradisional dari sel hamster telah digunakan selama lebih dari tiga dekade untuk mengatasi lendir tebal pada cystic fibrosis. Enzim ini juga berpotensi membantu pengobatan penyakit lain seperti sepsis dan COVID-19 dengan membersihkan perangkap DNA yang berlebihan dari sistem kekebalan tubuh. Penemuan ini membuka peluang untuk produksi enzim DNase1 dengan biaya rendah yang dapat memperluas akses pengobatan cystic fibrosis dan pengembangan aplikasi medis baru. Namun, penelitian lanjutan masih diperlukan untuk meningkatkan hasil produksi dan pemanfaatan klinisnya secara luas.

Baca Juga

  • Kemajuan Penelitian Sistem Kekebalan Meningkatkan Pengobatan Penyakit dan Kelangsungan Hidup di Luar Angkasa

  • Penemuan Fosil Dinosaurus Baru Memberikan Wawasan tentang Predator Puncak dan Evolusi Spesies

  • Misi Pengambilan Sampel Asteroid Tianwen-2 China

  • Kemajuan dalam Teknologi Kuantum Mendorong Inovasi Generasi Berikutnya

  • Terobosan dalam Teknologi Energi Terbarukan Meningkatkan Pembangkit Listrik Berkelanjutan