Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Pomodo
TwitterInstagram
Tentang
TeknologiKecerdasan BuatanKendaraan Listrik dan BateraiKeamanan SiberPengembangan SoftwareGadgets dan WearablePermainan Console, PC, Mobile dan VRRobotika
BisnisEkonomi MakroStartup dan KewirausahaanManajemen dan Strategi BisnisMarketing
SainsFisika dan KimiaMatematikaNeurosains and PsikologiKesehatan dan Obat-obatanIklim dan LingkunganAstronomi dan Penjelajahan Luar Angkasa
FinansialMata Uang KriptoInvestasi dan Pasar ModalPerencanaan KeuanganPerbankan dan Layanan KeuanganKebijakan Fiskal
Stories
Sains

Kemajuan Penelitian Sistem Kekebalan Meningkatkan Pengobatan Penyakit dan Kelangsungan Hidup di Luar Angkasa

Share

Para ilmuwan Amerika Serikat telah membuat terobosan dalam penelitian sistem kekebalan yang memungkinkan pengembangan terapi lebih murah dan teknologi yang memungkinkan manusia bertahan di lingkungan luar angkasa. Selain itu, peta sistem kekebalan baru di Asia membantu mengidentifikasi risiko penyakit, mendukung kesehatan yang lebih baik di wilayah tersebut.

02 Jun 2025, 07.00 WIB

Terapi CAR-T Terbaru Perpanjang Hidup Pasien Kanker Tumor Padat di China

Terapi CAR-T Terbaru Perpanjang Hidup Pasien Kanker Tumor Padat di China
Terapi CAR-T adalah metode pengobatan kanker di mana sel T pasien diubah agar bisa mengenali dan menyerang sel kanker. Meskipun telah sukses untuk kanker darah, terapi ini biasanya kurang berhasil pada tumor padat seperti kanker lambung. Di China, sebuah uji klinis fase II menguji terapi CAR-T bernama satricabtagene autoleucel (satri-cel) yang menarget molekul CLDN18.2, yang banyak ditemukan pada tumor gastrointestinal. Terapi ini diberikan kepada pasien yang sudah menjalani setidaknya dua pengobatan sebelumnya tanpa hasil memuaskan. Dalam uji klinis ini, 88 pasien menerima terapi satri-cel sementara 52 pasien mendapat terapi standar seperti nivolumab atau paclitaxel. Pasien yang menerima satri-cel menunjukkan tingkat respons sebesar 35%, jauh lebih tinggi dibandingkan 4% pada pasien terapi standar. Selain itu, pasien yang mendapatkan terapi satri-cel juga hidup lebih lama rata-rata 2,4 bulan dan risiko kematian mereka berkurang 31%. Ini menunjukkan terapi CAR-T dapat diperbaiki dan digunakan untuk melawan tumor padat yang selama ini sulit diobati. Para peneliti berharap hasil ini dapat membuka peluang baru dalam pengobatan kanker padat dan mendorong pengembangan terapi CAR-T yang lebih efektif dan aman bagi pasien dengan kanker jenis ini.
29 Mei 2025, 15.02 WIB

Necrosis: Kunci Menghentikan Penuaan dan Penyakit Kronis di Bumi dan Luar Angkasa

Necrosis: Kunci Menghentikan Penuaan dan Penyakit Kronis di Bumi dan Luar Angkasa
Necrosis adalah jenis kematian sel yang tidak terprogram dan sering dianggap hanya sebagai akhir dari proses biologis biasa. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa necrosis sebenarnya memicu kerusakan jaringan dan mempercepat proses penuaan serta penyakit kronis seperti Alzheimer, gagal ginjal, dan penyakit jantung. Sel-sel yang mati secara necrosis melepaskan bahan beracun yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada sel-sel tetangganya. Para ilmuwan dari University College London, LinkGevity, dan European Space Agency menegaskan pentingnya meninjau ulang pandangan tentang necrosis. Dr Keith Siew menekankan bagaimana kematian sel ini memengaruhi jaringan dan tubuh secara keseluruhan. Dengan menghentikan atau menunda necrosis, kita berpotensi memperlambat penuaan dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh rantai reaksi kerusakan ini. Penelitian ini juga menyoroti tantangan kesehatan serius di luar angkasa. Astronot yang menjalani misi jangka panjang mengalami percepatan penuaan akibat mikrogravitasi dan radiasi kosmik, yang memperparah necrosis dan kerusakan organ. Studi terbaru menunjukkan fungsi ginjal menurun drastis dalam kondisi tersebut, mengancam kelangsungan misi luar angkasa yang lama. Menghentikan necrosis bisa mengubah cara kita mengobati berbagai penyakit kronis dan mengatasi penuaan. Jika proses ini dapat diperlambat atau dihentikan, tubuh bisa memperbaiki diri lebih efektif dan memperlambat kerapuhan organ. Itu berarti harapan baru untuk perawatan penyakit kardiovaskular, gangguan neurodegeneratif, dan masalah lain yang berhubungan dengan penuaan. Kesimpulannya, necrosis bukan lagi sekadar akhir dari jejak sel, tetapi merupakan titik pusat yang menghubungkan penuaan, penyakit, dan keselamatan manusia dalam misi luar angkasa. Penemuan ini membuka peluang baru di bidang pengobatan dan eksplorasi luar angkasa agar manusia dapat hidup lebih panjang dan sehat, baik di Bumi maupun di luar angkasa.
29 Mei 2025, 01.52 WIB

Ilmuwan Berhasil Buat Enzim DNase1 Manusia dari Ragi, Potensi Obat Lebih Murah

Ilmuwan Berhasil Buat Enzim DNase1 Manusia dari Ragi, Potensi Obat Lebih Murah
DNase1 adalah enzim penting yang membantu memecah DNA bebas di tubuh dan digunakan dalam pengobatan cystic fibrosis untuk mengencerkan lendir tebal di paru-paru pasien. Sejak lama, produksi DNase1 manusia menggunakan metode yang mahal dengan sel mamalia immortal seperti sel ovarium hamster. Tim dari Ruhr University Bochum berhasil memproduksi DNase1 manusia menggunakan ragi Pichia pastoris. Mereka menyisipkan DNA rekombinan ke ragi yang kemudian dapat mengekspresikan dan mengeluarkan enzim tersebut secara stabil. Keuntungan menggunakan ragi adalah biaya produksi yang lebih rendah, proses kultur yang lebih mudah, dan risiko infeksi yang lebih kecil dibandingkan sel mamalia. Namun, hasil produksi enzim di ragi masih di bawah ekspektasi, terutama dibandingkan dengan produksi enzim versi tikus yang hampir 82% mirip. DNase1 manusia yang diproduksi secara tradisional dari sel hamster telah digunakan selama lebih dari tiga dekade untuk mengatasi lendir tebal pada cystic fibrosis. Enzim ini juga berpotensi membantu pengobatan penyakit lain seperti sepsis dan COVID-19 dengan membersihkan perangkap DNA yang berlebihan dari sistem kekebalan tubuh. Penemuan ini membuka peluang untuk produksi enzim DNase1 dengan biaya rendah yang dapat memperluas akses pengobatan cystic fibrosis dan pengembangan aplikasi medis baru. Namun, penelitian lanjutan masih diperlukan untuk meningkatkan hasil produksi dan pemanfaatan klinisnya secara luas.
28 Mei 2025, 07.00 WIB

Atlas Sel Imun Pertama di Asia Tingkatkan Diagnosis dan Pengobatan Akurat

Atlas Sel Imun Pertama di Asia Tingkatkan Diagnosis dan Pengobatan Akurat
Para ilmuwan dari lima negara Asia telah menciptakan peta atlas sel imun pertama di dunia yang khusus menggambarkan keberagaman sel imun dalam populasi Asia. Proyek ini menjembatani kesenjangan pada penelitian genom yang selama ini lebih fokus pada populasi Eropa. Penelitian ini melibatkan analisis lebih dari 1,2 juta sel imun dari 625 donor sehat dari berbagai etnis seperti Tionghoa, Melayu, India, dan lainnya di Asia. Para peneliti melihat bagaimana faktor seperti etnis, usia, dan jenis kelamin memengaruhi perbedaan sel imun dan ekspresi gen. Studi menemukan bahwa etnis seseorang mempengaruhi jumlah sel darah hampir sama pentingnya dengan jenis kelamin. Misalnya, orang Thailand memiliki kadar monosit yang lebih rendah, sedangkan orang Korea memiliki kadar sel T regulator yang lebih sedikit, yang mungkin terkait dengan risiko penyakit autoimun. Temuan ini juga menunjukkan perbedaan aktivitas gen seperti FCER1A yang lebih tinggi di kelompok India Singapura, dan keterkaitan varian genetik yang berhubungan dengan rheumatoid arthritis pada masyarakat Jepang, membuka potensi pengembangan diagnosa dan pengobatan yang lebih tepat sasaran untuk populasi Asia. Atlas ini diharapkan nantinya dapat digunakan dokter untuk menciptakan tes darah generasi baru yang lebih akurat dalam mendiagnosis berbagai penyakit sekaligus memberikan perawatan yang dipersonalisasi sesuai keberagaman genetik dan biologis masyarakat Asia.
28 Mei 2025, 07.00 WIB

Sel T Khusus di Otak Kendalikan Perilaku Makan Melalui Sistem Imun

Sel T Khusus di Otak Kendalikan Perilaku Makan Melalui Sistem Imun
Para ilmuwan menemukan bahwa ada T cell, sejenis sel imun, yang tidak hanya berada di lapisan pelindung otak tetapi juga masuk ke dalam struktur otak yang disebut subfornical organ. Penemuan ini penting karena sebelumnya otak dianggap terisolasi dari sistem imun. T cell yang ditemukan di subfornical organ ini berbeda dari T cell yang biasa ditemukan di meninges. Mereka memiliki kemampuan khusus untuk tinggal di jaringan otak dan aktif memproduksi zat yang mengatur fungsi imun tubuh. Menariknya, T cell dalam otak ini sangat mirip dengan T cell yang ditemukan di jaringan lemak tikus. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan khusus antara jaringan lemak, diet, dan fungsi otak yang melibatkan sistem imun. Saat tikus diberi diet tinggi lemak, jumlah T cell di otak dan jaringan lemak meningkat. Sebaliknya, ketika tikus berpuasa selama dua hari, jumlah T cell di otak naik sedangkan di jaringan lemak menurun. Ini menunjukkan bahwa pola makan mempengaruhi distribusi T cell dalam tubuh. Temuan ini membuka pemahaman baru tentang bagaimana sistem imun bisa mempengaruhi perilaku makan dan fungsi otak melalui interaksi dengan diet dan mikrobioma. Para ahli berharap penelitian ini dapat berdampak pada pengobatan gangguan makan dan penyakit terkait lainnya.

Baca Juga

  • Terobosan Teknologi Laser Memungkinkan Aplikasi Lanjutan

  • Inovasi Elektronik Daur Ulang dan Penyembuhan Sendiri untuk Mengatasi Limbah Elektronik

  • Kemajuan Teknologi Nuklir untuk Energi dan Misi Luar Angkasa

  • Terobosan dalam Menguraikan Bahasa dan Teknologi Alien

  • Kemajuan Penelitian Sistem Kekebalan Meningkatkan Pengobatan Penyakit dan Kelangsungan Hidup di Luar Angkasa