
Pasar cryptocurrency mengalami tekanan akibat eskalasi konflik antara Israel dan Iran. Bitcoin sempat turun hingga 102.600 dolar AS namun kemudian naik kembali ke sekitar 106.000 dolar AS sebelum melemah. Penurunan di pasar crypto ini juga disertai oleh turunnya indeks CoinDesk 20 yang mewakili 20 koin terbesar selain stablecoin dan koin exchange.
Ether, Avalanche, dan Toncoin menjadi yang paling terdampak dengan penurunan harga antara 6% sampai 8%. Sementara itu, saham perusahaan yang bergerak di penambangan bitcoin seperti MARA dan RIOT juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun, issuer stablecoin Circle justru meningkat nilainya berkat IPO dan kabar retail besar seperti Amazon dan Walmart mulai mempertimbangkan penerapan stablecoin.
Pasar tradisional cenderung stabil di tengah situasi geopolitik yang meningkat ketegangannya. Harga emas naik, menandakan permintaan aset safe haven, sementara indeks saham utama seperti S&P 500 dan Nasdaq hanya turun tipis sekitar 0,4%. Para trader dan investor tampak berhati-hati dan menunggu sinyal lebih jelas karena ketidakpastian pasar masih sangat tinggi.
Menurut analis crypto terkenal Markus Thielen, penurunan bitcoin di bawah angka 106.000 dolar AS menunjukkan kegagalan breakout, dan dia menyarankan supaya investor menunggu konfirmasi atau setup yang lebih baik sebelum membeli. Dia juga menyoroti area 100.000 sampai 101.000 sebagai support penting yang jika ditembus bisa menandai bitcoin kembali ke fase konsolidasi yang sudah berlangsung sejak musim panas lalu.
Sementara itu, John Glover dari Ledn memandang bahwa bitcoin sedang dalam fase koreksi dan harga dapat turun ke kisaran 88.000 hingga 93.000 dolar AS. Namun level 90.000 dolar bisa menjadi kesempatan membeli yang baik sebelum bitcoin melanjutkan tren kenaikan ke target berikutnya sekitar 130.000 dolar AS. Kesimpulannya, pasar crypto saat ini bergerak dengan sangat hati-hati karena faktor geopolitik yang tidak pasti.