Michael Saylor, yang dikenal karena strateginya mengakumulasi Bitcoin, baru saja meluncurkan saham preferen tipe baru yang dinamakan 'Stretch'. Saham ini menawarkan dividen 9% per tahun tanpa tanggal jatuh tempo, yang tidak biasa dalam dunia saham preferen. Perusahaan miliknya, Strategy, memperbesar penawaran ini dari rencana awal senilai Rp 8.22 triliun ($500 juta) menjadi Rp 46.05 triliun ($2,8 miliar) karena permintaan yang sangat tinggi.
Stretch memiliki fitur unik yaitu perusahaan dapat menyesuaikan tingkat dividen setiap bulannya untuk menjaga harga saham mendekati Rp 1.64 juta ($100) . Ini memberikan fleksibilitas yang tidak biasa dan memperlihatkan bagaimana Strategy menciptakan aturan sendiri dalam struktur modal mereka. Strategi ini tampaknya menarik perhatian banyak investor, terutama investor ritel yang mengikuti langkah Michael Saylor.
Struktur modal Strategy memang cukup rumit. Saham Stretch berada di atas saham preferen yang sudah ada seperti Strike dan Stride, serta saham biasa, namun masih berada di bawah obligasi konversi dan saham preferen bernama Strife. Penawaran ini menawarkan diskon dari nilai nominal saham untuk menjamin penjualan yang sukses, serta menunjukkan kemampuan Saylor dalam memanfaatkan pasar modal.
Sejak pertama kali membeli Bitcoin pada tahun 2020, Michael Saylor telah menerbitkan berbagai macam instrumen keuangan untuk terus menambah kepemilikan Bitcoin, yang saat ini mencapai sekitar 600.000 koin atau senilai Rp 1.15 quadriliun ($70 miliar) . Strategi ini telah memicu munculnya perusahaan lain yang mengikuti jejaknya dengan strategi keuangan serupa pula.
Meski Strategy berhasil menarik minat besar di pasar, nilai perusahaan relatif terhadap Bitcoin yang dimiliki terlihat menurun. Namun, ketertarikan pasar terhadap penawaran Stretch tetap besar, mencerminkan rasa optimisme dan spekulasi para pelaku pasar terhadap manuver finansial yang dilakukan oleh Michael Saylor dan perusahaannya.