
Baidu menghadapi masalah besar di segmen periklanan online utamanya, dengan pendapatan turun 15% di kuartal kedua tahun 2025. Hal ini dipicu oleh perlambatan ekonomi di China, kondisi pasar properti yang kurang baik, dan pengurangan anggaran iklan oleh perusahaan. Karena iklan online adalah sumber utama pendapatan Baidu, penurunan ini menjadi perhatian serius untuk prospek pertumbuhan perusahaan.
Selain itu, Baidu sedang melakukan perubahan besar dengan mengintegrasikan konten AI dalam hasil pencarian mobile. Pada akhir Juni, lebih dari separuh hasil pencarian sudah menggunakan AI, naik drastis dari bulan April. Meskipun ini meningkatkan pengalaman pengguna, saat ini Baidu belum berhasil membuat model bisnis yang menghasilkan uang dari inovasi ini, sehingga pendapatan iklan justru semakin berkurang.
Untuk mengurangi dampak penurunan iklan, Baidu mengandalkan pendapatan dari AI Cloud dan bisnis non-iklan yang tumbuh cukup pesat. Pendapatan AI Cloud naik 27% mencapai RMB 6,5 miliar, dan pendapatan non-iklan meningkat 34% menjadi RMB 10 miliar, didukung oleh adopsi Ernie AI dan solusi AI perusahaan. Namun, segmen ini masih terlalu kecil dibandingkan bisnis iklan besar mereka.
Dibandingkan dengan Baidu, Alphabet masih sangat dominan dalam pasar iklan pencarian global dengan pendapatan Q2 2025 mencapai Rp 1.17 quadriliun ($71,3 miliar) , jauh melebihi Baidu. Microsoft juga menjadi pesaing kuat dengan keunggulan integrasi AI dalam produk mereka dan kemampuan menargetkan iklan profesional melalui LinkedIn, yang belum dimiliki Baidu.
Saham Baidu naik 14,2% tahun ini, meskipun mengalami tekanan di pendapatan dan estimasi laba yang menurun 20,99% dibanding tahun lalu. Perusahaan ini tercatat dalam peringkat Zacks #5 atau Strong Sell. Investasi besar Baidu di AI telah menyebabkan arus kas negatif, sehingga keberhasilan ke depan bergantung pada kemampuan monetisasi AI dan perluasan bisnis cloud secara signifikan.