Fokus
Bisnis

Kemajuan Teknologi Militer oleh AS dan China

Share

Berbagai kemajuan dalam teknologi militer oleh Amerika Serikat dan China, termasuk pengembangan rudal hipersonik, pesawat siluman generasi berikutnya, dan reaktor nuklir modular, menunjukkan perlombaan teknologi yang dapat berdampak signifikan pada keamanan global.

12 Sep 2025, 19.13 WIB

Lockheed Martin Kembangkan F-35 Generasi Kelima Plus dengan Teknologi Canggih

Lockheed Martin Kembangkan F-35 Generasi Kelima Plus dengan Teknologi Canggih
Lockheed Martin sedang mengembangkan versi baru dari jet tempur F-35 yang disebut generasi kelima plus. Mesin ini akan menggabungkan teknologi yang dikembangkan untuk jet tempur generasi keenam demi meningkatkan kemampuan tempur dengan biaya lebih rendah dibanding pesawat generasi keenam penuh. Meskipun Lockheed kalah dalam tender pesawat generasi keenam Next Generation Air Dominance (NGAD) dari Boeing, mereka tetap optimis melanjutkan proyek F-35 yang ditingkatkan, termasuk fitur seperti stealth yang lebih baik, radar mutakhir, sistem peperangan elektronik baru, dan kemampuan membawa senjata lebih banyak. Versi baru F-35 ini bisa dikembangkan menjadi pesawat yang bisa diterbangkan secara opsional tanpa awak. Perusahaan mengibaratkan jet tempur ini sebagai 'Ferrari' versi F-35, menandakan performa tinggi dan kecanggihan yang ditawarkan dibanding versi standar. Diskusi antara Lockheed Martin dan Departemen Pertahanan AS berjalan di tingkat sangat tinggi dan diharapkan segera mencapai keputusan akhir. Jika disetujui, hingga 1.500 unit F-35 generasi kelima plus dapat diproduksi dan mungkin juga dijual ke negara mitra jika pembatasan ekspor dicabut. Sementara itu, Boeing juga terus mengembangkan jet generasi keenam F-47 yang diperkirakan bakal terbang lebih cepat dari jadwal. Kompetisi ini mendorong inovasi teknologi militer AS, dengan tiap perusahaan memprivilegi teknologi dan pengembangan digital terbaru.
11 Sep 2025, 19.52 WIB

AS dan Norwegia Uji Senjata Presisi Quicksink dengan B-2 dan F-35 di Laut Norwegia

AS dan Norwegia Uji Senjata Presisi Quicksink dengan B-2 dan F-35 di Laut Norwegia
Pada tanggal 3 September, Angkatan Udara Amerika Serikat bersama Angkatan Udara Norwegia menggelar latihan bersama di Laut Norwegia untuk menguji kemampuan senjata presisi baru bernama Quicksink. Senjata ini dirancang khusus untuk menarget kapal permukaan dengan sangat akurat dan efektif, serta dapat diluncurkan dari pesawat-pesawat canggih seperti B-2 Spirit dan F-35. Latihan ini menekankan pada kemampuan B-2, bomber siluman, yang memanfaatkan jangkauan jauh dan teknologi stealth-nya untuk mengatasi pertahanan musuh yang kuat. Quicksink, yang merupakan bom dengan tambahan sistem panduan canggih, berfungsi seperti torpedo dari udara sehingga dapat merusak kapal lawan dengan sekali serangan. Kerjasama dengan Norwegia sangat penting karena memberikan akses ke fasilitas dan daerah yang strategis, yang sangat menantang secara operasional. Hal ini juga penting untuk simulasi misi nyata dengan kondisi di jalur laut utara mendekati wilayah NATO, sehingga meningkatkan kesiapan dan integrasi antar negara sekutu. Tes ini juga menampilkan berbagai varian Quicksink, termasuk varian kecil yang dapat dibawa oleh jet tempur seperti F-35, memberi opsi serangan ganda dari berbagai platform. Ini meningkatkan kapasitas Angkatan Udara menghasilkan serangan efektif yang tersebar dan sulit diprediksi musuh. Selain Quicksink, Angkatan Udara AS tengah mengembangkan kemampuan integrasi misil anti-kapal jarak jauh pada pesawat tempurnya sebagai bagian dari strategi untuk menghadapi perluasan kekuatan laut China di kawasan Indo-Pasifik. Terobosan ini mempertegas peran baru Angkatan Udara dalam pertahanan dan dominasi maritim di masa depan.
11 Sep 2025, 02.12 WIB

Australia dan Anduril Cepat Kembangkan Drone Bawah Laut untuk Hadapi Ancaman China

Australia dan Anduril Cepat Kembangkan Drone Bawah Laut untuk Hadapi Ancaman China
Australia bekerja sama dengan perusahaan teknologi pertahanan Anduril berhasil mengembangkan drone bawah laut ekstra besar bernama 'Ghost Shark' hanya dalam waktu tiga tahun. Program tersebut mendapatkan kontrak besar senilai AURp 27.96 triliun ($1,7 miliar) selama lima tahun untuk pengadaan, perawatan, dan pengembangan lebih lanjut. Kontrak ini merupakan langkah penting karena menjamin pendanaan jangka panjang dan keberlanjutan proyek. Berbeda dengan Amerika Serikat yang memiliki proyek serupa namun terhambat dan mengalami penundaan panjang, Australia dengan dana dan sumber daya yang jauh lebih kecil, mampu menerapkan metode pengembangan yang cepat dan efektif. Anduril dan pemerintah Australia bersama-sama menyuntikkan USRp 822.25 miliar ($50 juta) untuk memulai proyek ini pada tahun 2022, dan prototipe pertama sudah siap lebih awal pada April 2024. Teknologi Ghost Shark ini dirancang untuk operasi pengawasan dan serangan yang tahan lama, tersembunyi, dan dapat mencapai jarak jauh dalam wilayah maritim. Ghost Shark memiliki kemampuan untuk dikustomisasi secara lokal dengan modul muatan yang berbeda sesuai kebutuhan spesifik negara pengguna, seperti yang sedang diuji coba oleh pihak Amerika Serikat. Kontras dengan program XLUUV Amerika yang dikelola Boeing dan telah menghabiskan biaya besar namun tertunda, Ghost Shark dinilai lebih siap pakai, multifungsi, serta lebih ekonomis. Keberhasilan ini menunjukkan pentingnya kemauan politik dan imajinasi di balik kolaborasi pemerintah dan perusahaan swasta untuk mengatasi kendala birokrasi dan pembiayaan. Tujuan utama pengembangan ini adalah untuk memperkuat pertahanan Australia menghadapi ancaman dari China, yang semakin agresif dalam aktivitas militer dan perairan di kawasan Indo-Pasifik. Drone ini menjadi solusi penting untuk menjaga kedaulatan dan keamanan wilayah laut Australia sekaligus memperkuat posisi strategis dalam hubungan geopolitik regional.
08 Sep 2025, 06.18 WIB

F-15E Dilengkapi Senjata Laser AGR-20F Tembak Drone dengan Cepat

F-15E Dilengkapi Senjata Laser AGR-20F Tembak Drone dengan Cepat
Angkatan Udara Amerika Serikat melengkapi jet tempur F-15E Strike Eagle dengan sistem senjata baru bernama AGR-20F, yang merupakan roket berpemandu laser untuk melawan drone. Sistem ini memberikan kemampuan tembak presisi dan menjadi bagian dari strategi untuk mengatasi ancaman pesawat tanpa awak yang semakin berkembang. Senjata ini sudah pernah dipakai di jet lain, yaitu F-16 Fighting Falcon, dan akan memperluas kekuatan tempur Angkatan Udara AS. Proses pengujian dan pemasangan AGR-20F di F-15E berlangsung dengan kecepatan luar biasa. Awalnya, proyek ini direncanakan memakan waktu sekitar sembilan bulan. Namun, berkat koordinasi intensif antara berbagai komandan dan satuan tes, senjata tersebut sudah bisa diuji dalam waktu sembilan hari saja. Kunci keberhasilan ini adalah kemampuan tim untuk berpikir kreatif dan mengatasi hambatan teknis pemasangan senjata di pesawat. Salah satu tantangan utama dalam proyek ini adalah tidak adanya dudukan senjata yang sudah terbukti untuk memasang roket AGR-20F di jet F-15E. Tim harus membuat desain dudukan baru yang juga harus diuji agar tidak mengganggu sistem pesawat lainnya selama penerbangan. Semua tes kelayakan dan uji penerbangan berlangsung bersamaan agar proses bisa dipercepat sesuai prioritas yang diberikan oleh Brigadir Jenderal Mark Massaro. Setelah berhasil melewati tahap pengujian di landasan dan wilayah uji coba, senjata baru ini segera dikerahkan bersama pilot dan teknisi ke area operasi sebenarnya dalam waktu kurang dari satu minggu. Pelatihan penerbangan dan perawatan senjata juga diberikan kepada personel yang terlibat. Hal ini memastikan bahwa kemampuan tempur F-15E segera meningkat dan siap bertempur menghadapi ancaman nyata. Keberhasilan ini menandai langkah maju besar dalam pengembangan pertahanan udara yang cepat dan efektif menghadapi drone. Dengan dukungan teknologi modern dan pendekatan tim yang solid, Angkatan Udara AS memperkuat posisi tempurnya dalam pertempuran masa depan. Senjata AGR-20F di F-15E dapat menjadi contoh bagaimana inovasi dan kerja sama profesional bisa menghadirkan solusi yang segera dapat digunakan di medan perang.