Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Fokus
Sains

Persaingan Antariksa US-China yang Meningkat

Share

Kompetisi antariksa antara Amerika Serikat dan China semakin intens dengan peluncuran roket terbarukan, pengembangan satelit pengintaian, dan kebijakan ruang angkasa yang ketat. Kedua negara berupaya memperkuat posisi mereka dalam eksplorasi ruang angkasa, peluncuran satelit, dan pertahanan antariksa, yang berdampak pada ketegangan geopolitik dan perlombaan teknologi di orbit Bumi.

17 Sep 2025, 20.32 WIB

China Genjot Roket Reusable Tianlong-3, Tantang SpaceX Falcon 9

China Genjot Roket Reusable Tianlong-3, Tantang SpaceX Falcon 9
China sedang melakukan langkah besar dalam teknologi roket reusable lewat perusahaan start-up Space Pioneer yang baru saja menyelesaikan uji ground test penuh untuk roket Tianlong-3. Uji ini melibatkan sembilan mesin Tianhuo-12 yang menyala selama 35 detik di sebuah platform lepas pantai di Provinsi Shandong. Langkah ini menandai kemajuan yang sangat penting dalam mengembangkan roket yang bisa dipakai ulang. Tianlong-3 merupakan roket medium-lift setinggi 72 meter dan dirancang supaya bagian tahap pertama bisa digunakan ulang. Kapasitas angkutnya ke orbit rendah Bumi mencapai 17 sampai 18 ton, yang mendekati kemampuan roket Falcon 9 dari SpaceX, yang selama ini menjadi standar global untuk roket reusable. Proyek ini sudah dikembangkan sejak 2022. Salah satu tujuan utama Tianlong-3 adalah untuk mendukung peluncuran masif satelit broadband dari proyek Guowang dan Qianfan. Kedua konstelasi ini menargetkan lebih dari 13.000 satelit, dan pengembangan roket yang murah serta bisa digunakan ulang sangat penting agar target tersebut tercapai dengan frekuensi peluncuran tinggi. Selain Space Pioneer, ada pesaing lain seperti LandSpace dengan roket Zhuque-3 yang juga siap meluncur tahun ini, dan Long March-12A yang dikembangkan oleh program ruang angkasa nasional dengan target peluncuran orbit pada 2025. Ketiganya menggunakan desain roket dua tahap yang bagian tahap pertamanya dapat dipakai ulang hingga 10-20 kali. Keberhasilan roket reusable di China bukan hanya akan memperkuat kemampuan peluncuran satelit mereka, tetapi juga mempersempit jarak teknologi dengan Amerika Serikat dan SpaceX. Ini penting karena penguasaan roket reusable berkontribusi besar dalam mengurangi biaya peluncuran dan meningkatkan frekuensi misi luar angkasa.
17 Sep 2025, 11.00 WIB

Tiga Pengembang Roket China Bersaing Memecahkan Rekor Peluncuran SpaceX Tahun Ini

Tiga Pengembang Roket China Bersaing Memecahkan Rekor Peluncuran SpaceX Tahun Ini
Industri roket di China sedang mengalami persaingan sengit antara tiga pengembang yang berupaya menciptakan roket yang dapat digunakan ulang. Persaingan ini terjadi di tengah tingginya permintaan peluncuran orbital yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh pasokan roket yang ada. Space Pioneer, salah satu perusahaan rintisan asal Beijing, berhasil melakukan uji coba mesin tahap pertama roket Tianlong-3 selama 35 detik di sebuah platform lepas pantai di Shandong. Uji coba ini menandai langkah penting menjelang peluncuran resmi. Roket Tianlong-3 menggunakan sembilan mesin Tianhuo-12 yang menghasilkan daya dorong sekitar 1.000 ton, menjadikannya salah satu tes mesin paling kompleks yang pernah dilakukan perusahaan tersebut. Selain Space Pioneer, LandSpace juga melakukan uji coba roket Zhuque-3 pada Juni lalu. Kedua perusahaan ini, bersama pengembang milik negara, kini memasuki fase akhir persiapan peluncuran orbital yang direncanakan sebelum akhir tahun. Jika peluncuran ini berhasil, China akan mampu meningkatkan frekuensi misi roketnya secara signifikan hingga lebih dari 30 kali dalam setahun, membantu mengurangi defisit pasokan roket dan memperkuat posisi mereka di industri antariksa dunia.
16 Sep 2025, 21.39 WIB

China dan AS Berbalas Pantulan Satelit, Persaingan Ruang Angkasa Meningkat

China dan AS Berbalas Pantulan Satelit, Persaingan Ruang Angkasa Meningkat
Pada tanggal 8 September, satelit Jilin-1 milik China berhasil mengambil gambar dinamis dari satelit Amerika WorldView Legion yang sedang mengawasi stasiun ruang angkasa China. Ini merupakan kali pertama perusahaan China tersebut mempublikasikan gambar semacam ini, menandai kemajuan penting dalam kemampuan penginderaan ruang angkasa mereka. Gambaran ini terjadi setelah Maxar Intelligence, perusahaan penginderaan jarak jauh asal AS, mempublikasikan gambar resolusi tinggi tentang satelit China Shijian-26 yang diketahui memata-matai stasiun ruang angkasa Cina, menunjukkan eskalasi dalam pengawasan timbal balik antara kedua negara. Jarak antara satelit yang diambil gambar sekitar 40 sampai 50 kilometer, dan foto-foto ini menampilkan detail yang cukup jelas dari struktur satelit Amerika. Pengumuman terbuka semacam ini dianggap oleh para analis sebagai strategi balas-membalas yang menandai persaingan ketat di luar angkasa. Susanne Hake, seorang ahli di Maxar Intelligence, menyatakan bahwa Shijian-26 mewakili generasi terbaru satelit penginderaan optik China dan menunjukkan bahwa pengamatan pasar ruang angkasa kini memasuki era baru dengan kemampuan pencitraan yang sangat tajam dan rinci. Situasi ini menunjukkan bagaimana ruang angkasa menjadi arena penting bagi persaingan geopolitik, dengan kedua negara memperlihatkan kemampuan teknologinya sambil berusaha mengawasi dan menahan satu sama lain, menimbulkan potensi risiko persaingan yang semakin memanas.
16 Sep 2025, 15.45 WIB

China dan AS Saling Awasi Satelit di Orbit, Tanda Ketegangan Memuncak

China dan AS Saling Awasi Satelit di Orbit, Tanda Ketegangan Memuncak
Baru-baru ini, satelit Jilin-1 milik China berhasil mengambil gambar satelit pengintai Amerika Serikat bernama WorldView Legion dari jarak sekitar 40 hingga 50 kilometer. Ini menjadi langkah pertama bagi perusahaan China Chang Guang untuk secara publik menunjukkan kemampuan mereka dalam menangkap gambar dinamis satelit lain di orbit. Sebelumnya, pada bulan Juni, perusahaan AS Maxar Intelligence juga memanfaatkan satelit mereka untuk mengambil gambar tajam satelit China Shijian-26 dari jarak dekat. Kualitas gambar tersebut sangat tinggi dan menunjukkan rincian struktural dengan ketajaman hingga 1,9 sentimeter. Chang Guang kini mengoperasikan lebih dari 100 satelit Jilin-1 yang mampu mengambil gambar dengan resolusi 0,5 meter serta melakukan pengamatan ulang di lokasi mana saja dalam waktu 10 menit. Perusahaan ini terus memperbesar skala konstelasi satelit dengan rencana memproduksi hingga 200 satelit penginderaan dan 200 satelit komunikasi setiap tahun. Pengambilan gambar satelit lain di orbit sangat sulit karena membutuhkan kontrol presisi dan kecepatan pelacakan tinggi untuk mengikuti gerakan cepat satelit. Namun, kemampuan ini menjadi sangat berharga dalam memantau aktivitas ruang angkasa secara real-time serta menjadi alat strategis dalam operasi militer dan pengawasan. Ketegangan ruang angkasa semakin meningkat dengan terbentuknya Space Force di AS dan PLA Aerospace Force di China. Insiden-insiden dan kecelakaan memperlihatkan risiko tinggi jika tidak ada aturan internasional yang jelas untuk menghindari konflik dan kesalahpahaman di orbit yang kini menjadi arena persaingan teknologi dan militer.
16 Sep 2025, 05.00 WIB

China dan AS Bertukar Pemantauan Satelit di Luar Angkasa: Persaingan Meningkat

China dan AS Bertukar Pemantauan Satelit di Luar Angkasa: Persaingan Meningkat
Baru-baru ini, China mempublikasikan foto-foto satelit Amerika yang sedang mengawasi stasiun luar angkasa China menggunakan satelit Jilin-1. Ini adalah kali pertama China menunjukkan gambar dinamis semacam itu dari ruang angkasa, memperlihatkan kemajuan dalam teknologi pengintaian mereka. Satelit Jilin-1 berhasil mengambil gambar WorldView Legion dari jarak 40 sampai 50 kilometer, yang merupakan jarak yang cukup dekat untuk mendapatkan detail yang jelas. Foto ini dipublikasikan oleh Chang Guang Satellite Technology pada media sosial resminya. Sebelumnya di bulan Juli, perusahaan Amerika Maxar Intellegence juga mengunggah foto satelit China Shijian-26 yang diambil dari WorldView Legion. Foto tersebut diambil pada jarak antara 29 hingga 74 kilometer dengan resolusi sangat tinggi yang memperlihatkan struktur satelit dengan jelas. Tindakan saling memantau ini mencerminkan adanya persaingan yang semakin kuat antara kedua negara besar tersebut untuk menguasai teknologi pengintaian luar angkasa. Hal ini mengindikasikan persaingan strategis yang tidak hanya terjadi di bumi, tapi juga di orbit Bumi. Para ahli mengatakan kompetisi pengintaian satelit ini menandai era baru observasi luar angkasa dengan kemampuan observasi yang sangat detail. Hal ini akan memengaruhi kebijakan dan strategi pertahanan luar angkasa dunia di masa mendatang.
16 Sep 2025, 04.50 WIB

China Ubah Pembangkit Batubara Jadi Tenaga Nuklir untuk Energi Bersih

China memiliki kapasitas tenaga batubara yang sangat besar, cukup untuk memasok listrik seluruh Amerika Serikat. Namun, penggunaan batubara menghasilkan banyak emisi karbon yang menyebabkan polusi dan perubahan iklim. Untuk mengatasi hal ini, China berencana mengubah pembangkit listrik batubara yang akan pensiun menjadi pembangkit listrik tenaga nuklir yang lebih ramah lingkungan. Strategi ini dikenal dengan nama 'Coal to Nuclear' (C2N). Ide utama dari strategi ini adalah menggunakan fasilitas dan infrastruktur yang sudah ada di pembangkit batubara, seperti jaringan listrik dan akses air, untuk memasang reaktor nuklir generasi keempat yang lebih kecil, aman, dan efisien. Teknologi seperti reaktor gas suhu tinggi dan reaktor thorium garam cair sedang dikembangkan untuk tujuan ini. Reaktor nuklir generasi keempat ini mampu menghasilkan uap dengan suhu yang lebih tinggi dibandingkan reaktor biasa sehingga bisa memanfaatkan turbin yang sebelumnya digunakan di pembangkit batubara. Ini membuat transisi lebih cepat dan hemat biaya. Selain itu, reaktor ini memiliki fitur keselamatan yang sangat baik, seperti tahan terhadap pencairan bahan bakar tanpa perlu pendinginan aktif. China sangat cocok untuk melakukan transisi ini karena wilayah pesisirnya yang padat dan kebutuhan listrik tinggi serta keterbatasan lahan untuk membangun pembangkit baru. Meski begitu, tantangan utama tetap di biaya investasi dan penerimaan masyarakat terhadap nuklir, yang perlu dijawab dengan edukasi dan regulasi yang baik. Jika berhasil, strategi C2N bisa mempercepat pengurangan emisi karbon sekaligus memanfaatkan aset lama. Dalam jangka panjang, jika teknologi fusi nuklir berkembang, pembangkit ini bisa disulap lagi menjadi pembangkit tenaga fusi yang jauh lebih bersih dan efisien, membuka era baru energi di China.
16 Sep 2025, 01.38 WIB

Voyager Hadirkan Komputasi Awan Pertama di Luar Angkasa dengan Space Edge

Voyager Technologies baru-baru ini meluncurkan Space Edge™, sebuah teknologi komputasi awan yang dipasang di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Dengan teknologi ini, Voyager menciptakan yang pertama kalinya multi-cloud region langsung di orbit, yang nantinya bisa mendukung berbagai jenis misi mulai dari pertahanan hingga riset luar angkasa. Teknologi ini berbeda karena mampu memproses data langsung di luar angkasa, tanpa harus mengirim data dulu ke bumi. Dengan cara ini, waktu latensi data bisa berkurang hingga 30 kali lipat dibandingkan metode lama yang masih bergantung pada transfer data satelit ke permukaan bumi. Space Edge menggunakan teknologi Podman, sebuah proyek open-source dari Red Hat, yang memungkinkan pengelolaan aplikasi secara containerized dengan waktu respon cepat. Hal ini penting karena pengolahan data di luar angkasa memerlukan sistem yang sangat handal dan aman terutama untuk aplikasi yang menggunakan kecerdasan buatan. Manfaat lain yang didapat adalah peningkatan keamanan data serta penurunan biaya pengiriman data. Voyager berharap dengan platform baru ini, mereka dapat membuka peluang pasar baru di bidang pertahanan, riset ruang angkasa, dan bisnis komersial yang terkait teknologi luar angkasa. Keuangan Voyager juga menunjukkan tren positif setelah melaporkan peningkatan pendapatan hingga 25% secara tahunan, walaupun masih mencatat kerugian per saham yang sudah jauh lebih kecil dibanding tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa investasi mereka dalam teknologi luar angkasa mulai memberikan hasil yang menjanjikan.
15 Sep 2025, 13.00 WIB

Strategi China Mengubah Pembangkit Batu Bara Jadi Pembangkit Nuklir Ramah Lingkungan

China memiliki kapasitas pembangkit listrik batu bara yang sangat besar dan menjadi tantangan utama dalam upaya mengurangi emisi karbon. Untuk mengatasi masalah ini, mereka sedang mengembangkan strategi baru yang disebut 'Coal to Nuclear' atau C2N. Strategi C2N bertujuan mengubah pembangkit batu bara yang sudah tua dan akan pensiun menjadi pembangkit listrik tenaga nuklir menggunakan reaktor generasi keempat yang canggih dan aman. Ini bertujuan mempercepat proses transisi ke energi bersih. Teknologi reaktor yang digunakan termasuk reaktor suhu tinggi dan reaktor thorium berbasis garam cair yang mampu menghasilkan uap lebih panas dan lebih efisien dibanding reaktor biasa. Keunggulan ini memungkinkan pemanfaatan infrastruktur lama seperti akses jaringan dan air. Selain menghemat lahan dan biaya pembangunan, teknologi ini juga dirancang untuk lebih aman sehingga meningkatkan kemungkinan diterima masyarakat. Dengan kapasitas batu bara yang besar dan kebutuhan energi tinggi, China dapat menjadi pelopor dalam konversi ini. Perusahaan energi besar negara, CEEC, memimpin inisiatif ini dengan tujuan mendukung target dekarbonisasi nasional dan menjaga infrastruktur penting di wilayah pesisir. Jika berhasil, pendekatan ini akan mempercepat peralihan energi bersih secara signifikan.
15 Sep 2025, 12.29 WIB

Starlink Alami Gangguan Global, Teknologi Direct-to-Cell Bangkitkan Harapan

Layanan internet satelit Starlink dari SpaceX mengalami gangguan yang menyebabkan pemutusan layanan di seluruh dunia. SpaceX sedang melakukan penyelidikan untuk menemukan penyebab gangguan ini. Pengguna di Amerika Serikat dan Indonesia banyak yang melaporkan masalah melalui situs pelacak gangguan seperti Downdetector. Starlink dikenal sebagai layanan internet yang memakai satelit orbit rendah Bumi (LEO) untuk menyediakan koneksi internet. Perusahaan ini dimiliki oleh Elon Musk dan terus mengembangkan teknologinya agar pengguna bisa mendapat akses internet lebih cepat dan meluas, bahkan sampai langsung ke ponsel. Baru-baru ini, Starlink memperluas layanan Direct-to-Cell yang memungkinkan pelanggan mengakses internet satelit langsung ke ponsel mereka. Ini dilakukan dengan mengakuisisi lisensi spektrum nirkabel dari EchoStar senilai 17 miliar dolar AS. Dengan spektrum ini, kapasitas jaringan bisa meningkat sampai 100 kali lipat. Namun, di Indonesia layanan Direct-to-Cell belum dapat digunakan karena Starlink belum mendapat izin regulator yang diperlukan. Izin Starlink di Indonesia masih terbatas pada layanan ISP dan Jaringan Tetap Vsat, sehingga mereka belum bisa beroperasi dengan layanan ponsel langsung dari satelit. SpaceX selama lima tahun terakhir telah meluncurkan lebih dari 8.000 satelit, dengan 600 di antaranya memiliki fungsi sebagai menara seluler. Meski layanan Direct-to-Cell sudah diluncurkan secara global, Starlink harus menghadapi tantangan perizinan di berbagai negara agar bisa menawarkan layanan ini secara luas.

Baca Juga

  • Inovasi AI yang Mengubah Layanan Kesehatan Global

  • Persaingan Antariksa US-China yang Meningkat

  • Inovasi dalam Teknologi Penyimpanan Energi dan Penangkapan Karbon

  • Kemajuan dalam Teknologi Reaktor Nuklir Modern

  • Kemajuan Terkini dalam Fisika dan Material Kuantum