
Thailand, salah satu sekutu tertua Amerika Serikat di Asia, baru-baru ini menandatangani kesepakatan dengan China untuk membeli sebuah kapal selam diesel-listrik model S26T yang dibuat oleh China. Proyek ini sempat tertunda selama beberapa tahun karena masalah pasokan mesin dari Jerman yang ditunda akibat embargo senjata Uni Eropa terhadap China. Namun kini Thailand menerima mesin buatan China setelah pengujian yang berhasil, dan kapal selam diharapkan bisa diterima pada tahun 2028.
Semula Thailand berencana membeli tiga kapal selam, tapi karena pemotongan anggaran, yang dibeli hanya satu unit. Kapal selam ini memiliki sistem Stirling untuk propulsi independen udara dan mesin diesel MTU, yang memungkinkan kapal beroperasi di laut selama 65 hari menggunakan kedua sistem secara campuran. Kesepakatan ini juga mencakup transfer teknologi dan pelatihan, walaupun pembangunan kapal selam akan tertunda sekitar 40 bulan.
Langkah ini menjadi penting secara geopolitik karena Thailand selama ini dikenal sebagai sekutu dekat Amerika Serikat dan berperan besar selama Perang Vietnam serta menjadi mitra non-NATO penting sejak tahun 2003. Pembelian kapal selam buatan China ini dipandang sebagai sinyal kuat bahwa Thailand ingin menunjukkan kemandirian politik dan tidak ingin ditekan oleh Washington, terutama setelah AS mengkritik kudeta militer Thailand tahun 2014 dan membekukan sebagian bantuan militer.
Para analis menjelaskan bahwa keputusan ini bukan berarti Thailand beralih sepenuhnya ke pihak China, melainkan untuk menciptakan ambiguitas strategis dan mendapatkan kebebasan dalam kebijakan luar negeri. China mendapat keuntungan karena kini menjadi salah satu pengekspor senjata terbesar dunia, termasuk ke negara-negara yang selama ini menjadi sekutu AS. Bagi Thailand, kapal selam sebenarnya bukan prioritas utama untuk pertahanan, melainkan untuk sinyal politik dan menjaga hubungan seimbang antara kedua kekuatan besar tersebut.
Amerika Serikat sendiri menanggapi pembelian ini dengan sikap santai, menegaskan bahwa mereka tetap menganggap Thailand sebagai mitra penting di kawasan Indo-Pasifik dengan dasar hubungan persahabatan yang telah terjalin selama hampir dua abad. Namun, AS tetap mengawasi perkembangan ini dengan perhatian tinggi karena kesepakatan ini dapat mengubah dinamika kekuatan di kawasan tersebut.