Fokus
Sains

Merevolusi Kesehatan Otak: Munculnya Neuroteknologi Generasi Berikutnya

Share

Cerita ini membahas terobosan dalam pemantauan dan perawatan otak, mulai dari pemindaian otak berbasis teknologi kuantum untuk penilaian kerusakan akibat ledakan, pengungkapan penanda serum yang mampu mendeteksi perubahan cepat aktivitas gen otak, hingga solusi untuk mencegah penurunan kognitif pada lansia. Inovasi ini melibatkan kolaborasi antara peneliti, institusi kesehatan, dan pihak militer, yang jika dikembangkan lebih lanjut dapat meningkatkan deteksi dini dan perawatan kesehatan otak secara signifikan.

07 Des 2025, 12.21 WIB

Teknologi Biokomputer Sel Otak Manusia: Masa Depan Komputasi Hemat Energi

Teknologi Biokomputer Sel Otak Manusia: Masa Depan Komputasi Hemat Energi
Biokomputer adalah teknologi baru yang menggunakan bahan-bahan biologis seperti DNA dan neuron hidup untuk menjalankan tugas komputasi. Berbeda dengan komputer biasa yang memakai silikon, biokomputer mengandalkan neuron yang tumbuh dalam bentuk organoid, yaitu kumpulan sel otak mini yang dapat berfungsi sebagai unit komputasi kecil. Salah satu kemajuan penting terjadi pada tahun 2022 ketika perusahaan asal Australia, Cortical Labs, berhasil membuat neuron buatan mereka bermain game klasik Pong. Ini menunjukkan kemampuan sel otak dalam memecahkan masalah komputasi meskipun dalam skala sederhana. Organisasi lain seperti Brainoware juga menghubungkan sel otak ke komputer untuk mengenali suara dasar. Baru-baru ini, tim dari University of Bristol menggunakan organoid otak manusia untuk mengenali huruf Braille, menandakan potensi besar teknologi ini dalam pengembangan komunikasi dan alat bantu bagi penderita gangguan sensorik. Organisasi-organisasi ini juga mengerjakan perangkat yang lebih canggih yang dapat berfungsi seperti transistor biologis. Yang menarik, biokomputer menggunakan energi jauh lebih sedikit daripada komputer tradisional. Otak manusia bekerja dengan kurang dari 20 watt tapi mampu melakukan operasi matematika dalam jumlah besar, jauh lebih efisien dibandingkan superkomputer yang bisa memerlukan energi sejuta kali lebih banyak. Hal ini menginspirasi banyak riset untuk menciptakan perangkat komputasi ramah energi. Namun, kemajuan riset ini juga membawa tantangan etika baru karena organoid otak mulai menunjukkan tingkah laku kompleks, meskipun masih jauh dari kesadaran. Kebutuhan mendesak untuk memperbaharui kebijakan dan regulasi etis agar sejalan dengan kemajuan teknologi menjadi perhatian utama bagi para ilmuwan dan pembuat kebijakan.
04 Des 2025, 14.50 WIB

Terobosan Genetik Pulihkan Memori Lansia dengan Teknologi CRISPR

Terobosan Genetik Pulihkan Memori Lansia dengan Teknologi CRISPR
Semakin bertambahnya usia, kemampuan ingatan manusia cenderung menurun, sebuah kondisi yang biasa dikenal dengan istilah pikun. Studi terbaru dari Virginia Tech mengungkap bahwa penurunan memori ini disebabkan oleh perubahan molekuler tertentu di otak yang mempengaruhi cara neuron berkomunikasi. Peneliti menemukan bahwa proses molekuler bernama poliubikuitinasi K63 mengalami perubahan berbeda di dua bagian otak utama yaitu hipokampus dan amigdala. Hipokampus yang berperan dalam pembentukan ingatan malah menunjukkan peningkatan poliubikuitinasi K63, sementara di amigdala yang mengatur memori emosional terjadi penurunan proses tersebut. Untuk mencoba mengembalikan fungsi memori, para ilmuwan menggunakan teknologi penyuntingan gen CRISPR-dCas13 yang berhasil menyesuaikan tingkat poliubikuitinasi di kedua bagian otak tersebut. Hasilnya, kemampuan memori pada tikus tua yang diuji menunjukkan peningkatan yang signifikan setelah intervensi. Selain itu, penelitian juga memfokuskan pada gen IGF2 yang berperan dalam pembentukan memori. Pada usia lanjut, fungsi gen ini menurun akibat proses metilasi DNA yang menonaktifkan gen tersebut. Dengan menggunakan CRISPR-dCas9, peneliti berhasil menghapus penanda metilasi dan mengaktifkan kembali gen IGF2 sehingga kinerja memori tikus tua kembali membaik. Penemuan ini sangat menjanjikan untuk pengembangan terapi baru yang dapat mencegah atau memulihkan penurunan daya ingat pada manusia. Namun, penerapan klinisnya memerlukan penelitian lebih lanjut agar hasilnya aman dan efektif untuk digunakan secara luas.
03 Des 2025, 07.03 WIB

Marker Serum Baru dari Rice University Memungkinkan Pantau Gen Otak Lebih Akurat

Marker Serum Baru dari Rice University Memungkinkan Pantau Gen Otak Lebih Akurat
Para ilmuwan di Rice University berhasil mengembangkan marker serum baru yang inovatif untuk melacak aktivitas gen dalam otak secara lebih akurat dan non-invasif. Pentingnya pelacakan gen dalam penelitian otak sangat besar guna memahami gangguan neurologis, tetapi alat tradisional seringkali tidak bisa menangkap perubahan kecil dalam waktu pendek. Marker serum yang dikenal dengan nama released markers of activity (RMA) merupakan protein kecil yang dilepaskan oleh sel otak dan masuk ke dalam darah. Namun, marker lama bertahan lama di darah sehingga perubahan cepat sulit dideteksi. Inovasi Rice University adalah membuat RMA yang bisa dihapus dalam darah dengan menggunakan enzim tertentu. Dengan keberadaan enzim yang bekerja di aliran darah, marker RMA dapat direset sehingga menghilangkan sinyal latar belakang hingga 90% hanya dalam 30 menit. Ini memungkinkan para peneliti untuk membaca aktivitas gen terbaru dan sekaligus melihat bagaimana marker kembali dalam waktu nyata, memetakan dinamika gen. Penelitian yang dilakukan pada hewan ini menunjukkan kemampuan baru marker untuk mengungkap perubahan ekspresi gen yang sebelumnya tidak terdeteksi. Selain itu, pendekatan ini sangat berpotensi memperbaiki diagnosa berbagai penyakit lain seperti tumor dan gangguan paru melalui tes darah atau urin yang minim invasif. Proyek ini juga sejalan dengan fokus strategis Rice University dalam riset otak dan didukung oleh lembaga nasional seperti NIH dan NSF. Kesuksesan teknologi marker serum yang dapat dihapus ini membuka harapan besar untuk pengawasan klinis aktivitas otak dengan presisi tinggi tanpa prosedur rumit.
03 Des 2025, 05.47 WIB

Teknologi Kuantum Baru Hadirkan Scanner Otak Portabel untuk Lindungi Prajurit dari Ledakan

Teknologi Kuantum Baru Hadirkan Scanner Otak Portabel untuk Lindungi Prajurit dari Ledakan
Para ilmuwan di Inggris mengembangkan sistem brain scanner portabel pertama yang menggunakan teknologi kuantum canggih untuk melindungi kesehatan otak prajurit yang sering terkena ledakan. Alat ini mampu mendeteksi perubahan fungsi otak secara real-time dalam beberapa menit setelah paparan ledakan, sebuah terobosan besar dalam deteksi dini kerusakan otak. Dengan dukungan lebih dari 3 juta poundsterling dari Kementerian Pertahanan Inggris, scanner portabel ini dirancang agar dapat dibawa langsung ke lapangan tembak, sehingga tidak perlu lagi memindahkan prajurit ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Ini berarti tindakan medis dapat dilakukan lebih cepat dan lebih tepat sasaran. Teknologi tersebut memanfaatkan sensor kuantum yang sangat sensitif bernama MEG optically pumped magnetometer (OPM), yang dapat mengukur aktivitas otak secara tidak invasif dan dengan presisi tinggi. Hal ini menjadi sangat penting karena efek kerusakan akibat ledakan sering kali bersifat sementara dan sulit terdeteksi oleh alat konvensional. Selain manfaatnya bagi militer, teknologi ini juga memiliki potensi besar untuk digunakan di tempat olahraga, lokasi darurat, dan pusat-pusat kesehatan sipil, seperti rumah sakit dan klinik, untuk menangani kondisi seperti demensia, epilepsi, dan gegar otak. Sistem scanner portabel ini diharapkan akan siap digunakan pada akhir Maret 2026, dan dapat menjadi tonggak baru dalam penelitian serta perlindungan kesehatan otak, membantu membuat batasan paparan ledakan yang lebih aman dan memberikan arahan penting bagi keputusan kembali bertugas prajurit.