
Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (DPR AS) mengambil langkah tegas dengan melarang stafnya menggunakan aplikasi WhatsApp pada perangkat mereka. Larangan ini berdasarkan penilaian risiko keamanan yang tinggi terhadap aplikasi tersebut. Kekhawatiran terutama terkait dengan kurangnya transparansi dalam perlindungan data dan kurang kuatnya enkripsi data yang tersimpan.
Memo resmi yang dikeluarkan oleh Kantor Keamanan Siber DPR AS menjelaskan bahwa WhatsApp berpotensi membahayakan privasi dan keamanan staf, sehingga aplikasi pesan lain seperti Signal, iMessage, FaceTime, dan Microsoft Teams direkomendasikan sebagai alternatif yang lebih aman.
Kasus peretasan yang menimpa sekitar 90 pengguna WhatsApp, termasuk para jurnalis, menjadi salah satu alasan kuat dalam larangan ini. Kampanye peretasan ini diketahui berkaitan dengan Paragon Solutions, perusahaan pengembang spyware asal Israel yang telah diakuisisi oleh AE Industrial Partners pada akhir tahun sebelumnya.
Selain itu, beberapa pemerintah dari negara-negara seperti Australia, Kanada, Siprus, Denmark, Israel, dan Singapura juga menjadi pelanggan Paragon Solutions. Hal ini menunjukkan tingkat ancaman yang cukup serius terhadap keamanan data aplikasi tersebut.
Meta sebagai pemilik WhatsApp belum memberikan komentar langsung terkait larangan ini. Namun, langkah DPR AS ini menjadi perhatian besar mengenai keamanan dan perlindungan data dalam penggunaan aplikasi komunikasi sehari-hari pada lingkup pemerintahan.