
MARA Holdings, perusahaan penambang Bitcoin, baru saja mengumumkan pendapatan kuartal kedua yang mencapai rekor yaitu Rp 3.92 triliun ($238,5 juta) . Pendapatan ini meningkat 64% dari periode yang sama tahun lalu dan melampaui prediksi analis yang memperkirakan pendapatan sebesar Rp 3.75 triliun ($227,9 juta) . Kenaikan ini terutama disebabkan oleh harga Bitcoin yang naik rata-rata 50% selama kuartal tersebut.
Perusahaan berhasil menambang 2.358 Bitcoin dalam kuartal ini, meningkat 3% dibandingkan kuartal sebelumnya. Energi hashrate atau kapasitas mesin penambangan yang aktif juga naik sebesar 6%, menjadi 57,4 EH/s. MARA bercita-cita meningkatkan kapasitas ini hingga 75 EH/s pada akhir tahun ini untuk lebih meningkatkan produksi Bitcoin.
Selain menambang Bitcoin, MARA juga aktif membeli Bitcoin di pasar terbuka dan kini memiliki hampir 50.000 Bitcoin yang tersimpan di neracanya. Jumlah ini menjadikan MARA sebagai perusahaan publik kedua terbesar setelah Strategy (MSTR) yang menyimpan Bitcoin sebagai aset treasury. Nilai Bitcoin yang dimiliki MARA diperkirakan mencapai sekitar Rp 98.67 triliun ($6 miliar) berdasarkan harga terkini.
MARA menegaskan bahwa mereka bukan hanya perusahaan yang menyimpan Bitcoin secara pasif, tapi mereka mengelola aset kripto tersebut secara aktif. Sekitar 31% dari Bitcoin yang tersimpan sedang dipinjamkan, dikelola, atau dijadikan jaminan sebagai bagian dari strategi pengelolaan aset yang bertujuan untuk meningkatkan keuntungan dan memperkuat posisi keuangan perusahaan.
Dengan meningkatnya permintaan dan harga Bitcoin, strategi aktif MARA dalam menambang dan mengelola Bitcoin memungkinkan mereka memaksimalkan potensi aset mereka. Pendekatan ini menjadi pembeda utama yang menunjukkan MARA berorientasi sebagai operator aktif, bukan sekadar penyimpan Bitcoin. Hal ini juga memberi mereka peluang untuk lebih berinovasi di sektor cryptocurrency.