Fokus
Sains

Terobosan dalam Paleontologi Mengungkap Wawasan Baru tentang Kehidupan Kuno

Share

Penemuan terbaru di bidang paleontologi, termasuk temuan alat berusia 80.000 tahun yang terkait dengan Neanderthal di Uzbekistan dan fosil dinosaurus bersenjata langka, memberikan pemahaman mendalam tentang evolusi dan kehidupan makhluk purba, memperkaya ilmu pengetahuan tentang sejarah bumi dan kehidupan.

31 Agt 2025, 20.40 WIB

Penemuan Tulang Rahang Homo Erectus 1,8 Juta Tahun Ungkap Sejarah Manusia Purba Eurasia

Penemuan Tulang Rahang Homo Erectus 1,8 Juta Tahun Ungkap Sejarah Manusia Purba Eurasia
Para arkeolog di Georgia menemukan tulang rahang manusia purba Homo erectus yang berusia sekitar 1,8 juta tahun di situs Orozmani. Penemuan ini dianggap yang tertua di luar Afrika dan sangat penting untuk mempelajari migrasi manusia awal ke benua Eurasia. Selain tulang rahang, mereka juga menemukan fosil hewan seperti harimau bertaring pedang, gajah, serigala, rusa, dan jerapah, yang menunjukkan bagaimana lingkungan pada masa itu. Bersama dengan sejumlah peralatan batu, temuan ini membantu membentuk gambaran gaya hidup Homo erectus sebagai pemburu dan pengumpul. Situs Orozmani lokasi penggalian berjarak sekitar 100 kilometer dari Tbilisi, ibu kota Georgia, dekat dengan situs Dmanisi yang juga terkenal dengan penemuan fosil manusia berusia serupa. Penemuan ini menguatkan bukti bahwa manusia purba telah menyebar ke Eurasia lebih awal dari yang diperkirakan. Para ilmuwan berharap penelitian lebih lanjut pada fosil-fosil ini dapat menjawab pertanyaan penting tentang bagaimana Homo erectus bertahan dan beradaptasi dengan iklim serta kondisi lingkungan baru setelah meninggalkan Afrika. Ini juga bisa memberi informasi soal pola makan dan interaksi mereka dengan satwa liar pada masa itu. Penemuan ini mengubah pemahaman kita tentang evolusi manusia dan migrasi awal, serta membuka peluang penelitian baru di bidang arkeologi dan paleontologi untuk menemukan lebih banyak bukti manusia purba di Eurasia.
29 Agt 2025, 01.41 WIB

Temuan Panah Tertua Berusia 80.000 Tahun di Uzbekistan Ungkap Sejarah Baru

Temuan Panah Tertua Berusia 80.000 Tahun di Uzbekistan Ungkap Sejarah Baru
Para arkeolog telah menemukan titik-titik batu kecil di situs Obi-Rakhmat di Uzbekistan yang berusia sekitar 80.000 tahun. Titik-titik ini diyakini sebagai panah tertua yang pernah ditemukan. Kerusakan pada titik tersebut menunjukkan bahwa mereka pernah digunakan sebagai kepala panah yang dipasang pada batang panah yang ramping. Situs Obi-Rakhmat sebelumnya dikenal dengan berbagai alat batu dari zaman Paleolitikum, tetapi banyak titik kecil yang patah awalnya kurang diperhatikan. Setelah direkonstruksi, bentuk dan pola patahan pada titik-titik kecil ini menunjukkan tanda-tanda penggunaan dengan kecepatan tinggi, yang secara khas berasal dari panah, bukan tombak lempar atau tusuk. Sebelumnya, bukti panah tertua ditemukan di Ethiopia berusia sekitar 74.000 tahun. Penemuan ini memperpanjang sejarah teknologi panah sekitar 6.000 tahun lebih lama dari yang diketahui. Meskipun bukan ditemukan busur dan batang panah asli, pola kerusakan ini memberi petunjuk kuat tentang teknologi tersebut. Pembuat alat ini belum diketahui pasti, namun Homo sapiens dianggap sebagai pembuat yang lebih mungkin, sementara pengaruh atau keterlibatan Neanderthal tidak sepenuhnya bisa ditolak karena keberadaan mereka di wilayah itu pada masa tersebut. Temuan kerangka anak-anak dan gigi dengan karakteristik campuran dari zaman itu membuat identitas populasi semakin kompleks. Para pakar berharap penemuan selanjutnya berupa situs berburu dan sisa panah yang mengenai hewan dapat memperkuat klaim ini. Jika klaim ini benar, teknologi senjata canggih ternyata telah tersebar lebih luas dan lebih awal dari yang diperkirakan, mengubah pandangan tentang evolusi kemampuan berburu manusia purba.
28 Agt 2025, 01.28 WIB

Peningkatan Oksigen Laut Dalam Pemicu Evolusi Vertebrata Awal di Devon Tengah

Peningkatan Oksigen Laut Dalam Pemicu Evolusi Vertebrata Awal di Devon Tengah
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa peningkatan oksigen di laut dalam pada masa Devon Tengah, sekitar 393-382 juta tahun lalu, membuka habitat baru bagi vertebrata bersirip rahang dan makhluk lainnya. Studi ini mengaitkan lonjakan oksigen permanen dengan ledakan biodiversitas yang terlihat dalam catatan fosil, terutama di kedalaman laut sepanjang pinggiran benua kuno. Sebelumnya, para ilmuwan berdebat apakah oksigenasi laut dalam terjadi sekali pada awal Paleozoikum, atau dalam beberapa tahap. Penelitian ini menemukan dua tahap oksigenasi: satu terjadi singkat saat periode Kambrium, dan kedua, yang permanen, di masa Devon Tengah. Tahap kedua ini bertepatan dengan revolusi laut mid-Paleozoikum yang melibatkan perubahan ekosistem dan ukuran tubuh hewan. Peningkatan oksigen secara permanen di lingkungan laut dalam memungkinkan ikan berjaws dan kelompok lain muncul dan berkembang, yang sebelumnya terhalang oleh kondisi kekurangan oksigen. Selain itu, penyebaran tumbuhan berkayu di darat meningkatkan oksigen atmosfer, yang juga memperkaya oksigen laut dalam, menghubungkan inovasi di darat dengan evolusi di laut. Untuk menentukan sejarah oksigen laut dalam, tim menggunakan isotop selenium dari batuan laut yang terbentuk di sekitar 252 hingga 541 juta tahun lalu. Variasi rasio isotop selenium menandakan tingkat oksigen yang cukup untuk mendukung kehidupan hewan, menunjukkan perbedaan jelas antara dua peristiwa oksigenasi tersebut dalam data fosil yang dianalisis. Temuan ini juga memberikan peringatan penting bagi kondisi laut modern, yang meskipun berimbang dengan atmosfer, menghadapi zona mati akibat aktivitas manusia seperti pemborosan nutrisi. Studi ini menekankan hubungan kuat antara oksigen dan kehidupan laut, dan perlunya melindungi keseimbangan ini agar ekosistem laut dalam tetap lestari.