
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan fintech seperti Webull, Chime, Circle Internet Group, Robinhood, dan SoFi telah melantai di bursa saham melalui berbagai metode, termasuk IPO tradisional dan SPAC. Namun, Stripe yang terkenal dengan valuasi tinggi tetap menjadi perusahaan privat hingga kini, membuat banyak investor penasaran.
Proses IPO tradisional melibatkan peran bank investasi yang membantu perusahaan menyusun dokumen keuangan dan melakukan roadshow untuk menarik minat investor institusional. Metode ini biasanya memakan waktu cukup lama, namun menawarkan transparansi dan proses yang terukur.
Alternatifnya, perusahaan dapat menggunakan SPAC yang mempercepat proses go public. Meskipun SPAC lebih cepat dan memungkinkan akses lebih mudah bagi investor ritel, kinerja saham yang dihasilkan umumnya mengecewakan dan sering kali menghasilkan return negatif, khususnya di sektor fintech dan kripto.
Performa saham setelah IPO fintech pun sangat bervariasi. Misalnya, Robinhood mengalami kenaikan saham signifikan, sedangkan Circle dan Chime menunjukkan hasil yang lebih beragam dan kurang meyakinkan. Investornya mulai mempertanyakan kemampuan neobank dan platform baru untuk bersaing dengan pemain lama yang lebih besar dan menguntungkan.
Stripe harus mempertimbangkan berbagai faktor makroekonomi dan pasar seperti kebijakan moneter The Fed serta sentimen investor sebelum memutuskan melakukan IPO di 2025. Keputusan ini akan bergantung pada kesiapan dan strategi perusahaan untuk memasuki pasar publik.