Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Fokus
Teknologi

Kemajuan AI dalam Teknologi Militer dan Pertahanan

Share

Beberapa inovasi terbaru dalam bidang kecerdasan buatan (AI) telah diterapkan pada sistem militer dan pertahanan. Kapal perang seberat 5.700 ton akan dilengkapi dengan sistem tempur berperforma tinggi untuk memperkuat pertahanan Inggris. Selain itu, helikopter serangan Angkatan Darat AS akan mendapatkan komunikasi operasional cepat untuk kesiapan perang, sementara teknologi radar adaptif dari China mampu menyesuaikan frekuensi dan arah sinar untuk menghindari deteksi. Di sisi lain, militer AS mendukung pengembangan drone terinspirasi albatross yang dirancang untuk penerbangan lebih lama dengan daya yang lebih efisien.

08 Sep 2025, 23.17 WIB

US Air Force Kembangkan Jam Atom untuk Koordinasi Drone di Medan Tanpa GPS

US Air Force Kembangkan Jam Atom untuk Koordinasi Drone di Medan Tanpa GPS
Angkatan Udara Amerika Serikat tengah mengembangkan teknologi navigasi dan pengukuran waktu berbasis jam atom canggih untuk membantu mengkoordinasi kelompok besar drone kecil dalam area yang sinyal GPS-nya terganggu atau dipalsukan. Hal ini bertujuan agar para drone dapat beroperasi dan bergerak secara kolektif tanpa bergantung pada sistem GPS yang mudah diserang dalam peperangan modern. Sistem yang dikembangkan bernama Joint Multi-INT Precision Reference atau JMPR, yang menggunakan Next Generation Atomic Clock, memungkinkan pencapaian stabilitas timing dalam skala picosecond dan akurasi di bawah nanosecond. Keakuratan ini memungkinkan drone dalam satu kelompok untuk melakukan sinkronisasi gerakan dan berbagi data dengan mulus, bahkan dalam kondisi GPS terputus. Militer saat ini sangat tergantung pada sinyal satelit untuk navigasi, tetapi dalam situasi seperti perang di Ukraina, sinyal tersebut banyak terganggu akibat jamming dan spoofing. Oleh karena itu, sistem baru ini dirancang dengan arsitektur desentralisasi yang memungkinkan drone menciptakan referensi lokal menggunakan sensor onboard dan posisi relatif antar drone. Ini memungkinkan swarm drone beroperasi secara efektif meskis tanpa tanda GPS. Teknologi ini juga harus memenuhi syarat ketat dalam hal ukuran, berat, dan konsumsi daya agar cocok digunakan di drone kecil sekalipun. Selain itu, teknologi ini dirancang untuk skalabilitas tinggi, bisa mendukung koordinasi hingga ratusan drone sekaligus tanpa kehilangan akurasi sinkronisasi dan kemampuan beradaptasi di lingkungan tempur yang penuh gangguan elektronik. Inisiatif ini menjadi langkah penting bagi militer AS agar dapat mempertahankan keunggulan dalam operasi drone, terutama melawan ancaman drone swarm musuh yang makin berkembang. Sistem ini memungkinkan drone melakukan misi yang kompleks seperti koordinasi tembakan, penggabungan data sensor, dan komunikasi tahan gangguan, sekaligus mengurangi kerentanan dari ketergantungan pada GPS.
08 Sep 2025, 19.43 WIB

Apollo: Senjata Laser Murah untuk Lawan Serangan Drone di Masa Depan

Apollo: Senjata Laser Murah untuk Lawan Serangan Drone di Masa Depan
Electro Optic Systems (EOS), perusahaan teknologi asal Australia, baru saja memperkenalkan sistem senjata laser berenergi tinggi bernama 'Apollo' yang dirancang untuk melawan ancaman drone. Sistem ini akan diperlihatkan pada pameran pertahanan besar di London, Inggris Raya, pada bulan September. Dengan daya yang bisa mencapai 150 kW, Apollo merupakan terobosan untuk memberikan perlindungan cepat dan efektif dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan rudal. Apollo mampu menembak jatuh antara 20 hingga 50 drone setiap menitnya dan memiliki kemampuan untuk mengalihkan sasaran dengan sangat cepat. Dengan suplai daya yang berkesinambungan, sistem ini dapat menembak tanpa batas selama terhubung dengan sumber listrik eksternal. Bahkan saat terisolasi, Apollo dapat melakukan lebih dari 200 serangan dengan energi yang sudah tersimpan sebelumnya. Keunggulan utama Apollo adalah biaya operasional yang sangat murah dibandingkan sistem konvensional. EOS menegaskan bahwa satu tembakan laser jauh lebih hemat dibanding harga sebuah rudal, yang bisa mencapai ratusan ribu dolar. Sistem ini dirancang skalabel dan modular agar bisa dengan cepat disesuaikan sesuai kebutuhan pengguna dan beroperasi dengan standar kontrol NATO. Selain kemampuan menembak jatuh drone pada jarak hingga 3 kilometer, Apollo juga dapat mengacaukan sensor optik pada drone yang lebih besar hingga jarak 15 kilometer. Sistem ini dikemas dalam kontainer ISO 20 kaki yang mudah dipindahkan, dan bisa dipersiapkan dalam waktu kurang dari dua jam, cocok untuk operasi di lokasi tetap maupun operasi cepat di medan yang berubah-ubah. Kontrak ekspor ke salah satu anggota NATO di Eropa menandai tonggak penting dalam penerapan laser berenergi tinggi di sektor pertahanan aktif. EOS percaya teknologi seperti Apollo akan menjadi bagian penting dari arsitektur pertahanan udara masa depan, terutama dalam menangani taktik drone kawanan yang sudah mengubah wajah peperangan modern.
08 Sep 2025, 16.42 WIB

Raytheon Terima Kontrak Rp3 Triliun untuk Upgrade Sistem Senjata Pertahanan Kapal AS

Raytheon Terima Kontrak Rp3 Triliun untuk Upgrade Sistem Senjata Pertahanan Kapal AS
Raytheon telah menerima kontrak senilai 205 juta dolar AS dari Pentagon untuk melanjutkan pembaruan dan pemeliharaan sistem senjata MK 15 Phalanx Close-In Weapon System (CIWS) milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Kontrak ini bertujuan untuk memastikan sistem ini tetap efektif dalam melindungi kapal perang dari ancaman seperti rudal, pesawat, dan serangan maritim tidak konvensional hingga tahun 2029. Phalanx CIWS dikenal sebagai 'sea-whiz' di angkatan laut dan merupakan sistem senjata otomatis dengan meriam Gatling kaliber 20mm yang mampu mendeteksi, melacak, dan menyerang ancaman secara mandiri tanpa bantuan dari luar. Sistem ini pertama kali dipasang di kapal USS Coral Sea pada tahun 1980 dan terus mengalami banyak peningkatan teknologi sejak saat itu. Salah satu peningkatan signifikan pada varian terbaru Block 1B adalah penambahan sensor elektro-optik yang meningkatkan kemampuan identifikasi dan pelacakan target terutama dalam lingkungan perairan pesisir yang penuh gangguan. Sistem ini mampu menembakkan hingga 4.500 peluru per menit melawan rudal dan pesawat serta 3.000 peluru per menit untuk ancaman yang lebih kecil seperti drone atau perahu cepat. Keandalan Phalanx sebagai garis pertahanan terakhir telah diuji dalam berbagai kondisi tempur selama lebih dari 40 tahun. Sistem ini tidak hanya melindungi kapal individu tetapi juga berintegrasi dengan sistem komando kapal untuk meningkatkan kesadaran situasional dan pertahanan berlapis dalam armada perang. Meskipun teknologi baru seperti senjata berbasis energi tengah dikembangkan, Angkatan Laut AS berkomitmen untuk terus menggunakan dan memperbaharui Phalanx dalam dekade berikutnya karena belum ada sistem lain yang memiliki kapabilitas otomatisasi dan kematangan teknologi sebanding yang telah terbukti di medan operasi.
08 Sep 2025, 07.29 WIB

AeroVironment Kirim Sistem Laser 20kW untuk Perkuat Pertahanan Angkatan Darat AS

AeroVironment Kirim Sistem Laser 20kW untuk Perkuat Pertahanan Angkatan Darat AS
AeroVironment, sebuah perusahaan berbasis di Virginia, baru saja mengirimkan dua unit prototipe sistem senjata laser berdaya tinggi kepada Angkatan Darat Amerika Serikat. Sistem ini dikenal dengan nama LOCUST Laser Weapon System (LWS) yang memiliki kekuatan 20kW dan telah dirancang untuk melacak serta menghancurkan berbagai sasaran seperti pesawat tanpa awak. Sistem ini diintegrasikan pada kendaraan tempur ringan Infanteri Squad Vehicle (ISV) yang dibuat oleh General Motors Defense, sehingga membuatnya sangat mobile dan efektif di garis depan. Pengiriman ini dilakukan melalui program Army Multi-Purpose High Energy Laser (AMP-HEL) yang didukung oleh U.S. Army Rapid Capabilities and Critical Technologies Office. Prototipe AMP-HEL menjalani berbagai pengujian ketat di fasilitas pengujian militer di Yuma Proving Ground, Arizona. Pengujian ini mencakup performa sistem, mobilitas, keamanan, dan daya bunuh. Setelah itu, latihan bagi para prajurit dilakukan di Fort Sill, Oklahoma dengan menggunakan sistem ini untuk memastikan kesiapan operasional. Para prajurit memberikan umpan balik yang penting untuk membuat penyempurnaan selanjutnya pada sistem. Hal ini menunjukkan komitmen dalam memastikan teknologi yang digunakan benar-benar siap dan sesuai dengan kebutuhan di lapangan serta menghadapi berbagai ancaman yang terus berkembang. AeroVironment juga berencana mengirimkan dua kendaraan Joint Light Tactical Vehicle dengan sistem laser LOCUST 20kW lengkap dengan radar dan sistem komando pada bulan berikutnya. Ini menjadi bagian dari upaya cepat Angkatan Darat untuk menempatkan teknologi energi terarah ke tangan para petempur demi meningkatkan efektivitas dan perlindungan.
07 Sep 2025, 07.35 WIB

Thales Selesaikan Pengujian Sistem Tempur TACTICOS untuk Fregat Baru Inggris

Thales Selesaikan Pengujian Sistem Tempur TACTICOS untuk Fregat Baru Inggris
Thales, perusahaan teknologi asal Prancis, berhasil menyelesaikan tahap penting dalam pengembangan sistem tempur canggih bernama TACTICOS untuk fregat kelas Type 31 Angkatan Laut Inggris. Sistem ini berfungsi sebagai pusat kendali yang mengatur berbagai aspek tempur di kapal perang tersebut. Sistem manajemen tempur TACTICOS menggabungkan sensor radar, electronic warfare, dan EOIR untuk membantu pengamatan dan pengendalian senjata secara optimal. Teknologi AI di dalamnya mengurangi beban operator dengan mengotomatisasi identifikasi ancaman dan proses klasifikasi. Pengujian Factory Acceptance Tests (FAT) untuk Mission System selesai pada April 2025, diikuti oleh FAT Combat System pada Juni 2025. Kedua tahap pengujian ini dilakukan secara international dan melibatkan banyak mitra industri. Setelah FAT selesai, sistem krom ini akan diuji lebih lanjut di fasilitas integrasi darat sebelum dipasang di fregat HMS Venturer, yang saat ini sedang dibangun di fasilitas Babcock di Rosyth, Britania Raya. Fregat ini adalah kapal pertama dari lima kapal kelas Type 31. Dengan sistem ini, Royal Navy akan mendapatkan kemampuan tempur yang lebih canggih dan modern. Hal ini juga menandai kemajuan dalam kerja sama antar perusahaan pertahanan Eropa dan memberikan keunggulan teknologi di bidang pertahanan maritim.
07 Sep 2025, 06.20 WIB

BAE Systems Perkenalkan Sistem Radio Canggih AN/ARC-231A untuk Helikopter Tempur AS

BAE Systems telah berhasil menyelesaikan proses instalasi awal dan menyatakan operasional sistem komunikasi terbaru mereka, AN/ARC-231A Multi-mode Aviation Radio Set (MARS), pada helikopter tempur U.S. Army. Sistem ini dirancang untuk memberikan komunikasi yang lebih cepat, aman, dan dapat diandalkan di medan perang yang terus berubah. Sistem MARS merupakan generasi terbaru dari radio komunikasi multi-band yang dilengkapi dengan modernisasi kriptografi Type 1. Keunggulan utama sistem ini adalah kemampuannya untuk diubah sesuai kebutuhan misi dan peningkatan kapabilitas melalui pembaruan perangkat lunak, tanpa perlu mengganti perangkat keras. Desain software-defined radio pada MARS memungkinkan pengadaan fitur baru secara mudah dan cepat, sehingga pasukan dapat menghadapi ancaman dan kebutuhan komunikasi baru tanpa harus menunggu perangkat baru. Sistem ini juga menggantikan radio ARC-231 lama yang sudah digunakan di berbagai unit militer dan sekutu internasional. BAE Systems mendapatkan kontrak lima tahun senilai hingga 460 juta dolar AS untuk pengadaan perangkat keras, perawatan, dukungan teknik, dan pengembangan sistem komunikasi ini. Produk ini juga memiliki fitur anti-jam dan mendukung berbagai komunikasi data, suara, serta gambar yang diperlukan dalam operasi militer modern. Dengan lebih dari 100.000 radio yang sudah digunakan di seluruh dunia, BAE Systems terus menegaskan reputasinya sebagai penyedia sistem komunikasi yang andal dan berskala internasional. Sistem MARS juga diproduksi di fasilitas perusahaan di Fort Wayne, Indiana, dengan dukungan teknik dari Largo, Florida, menjamin kualitas serta kesiapan sistem di medan tempur.
07 Sep 2025, 04.42 WIB

Radar AI Canggih China Tembus Hambatan Jamming, Target Tertangkap Nyaris Sempurna

China baru saja menguji sistem radar pesawat tempur terbaru yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk melacak target dengan sangat baik bahkan saat menghadapi gangguan elektronik berat. Sistem radar ini mampu mempertahankan pelacakan target hampir sempurna, jauh lebih baik dari radar tradisional yang kerap kehilangan target saat terkena jamming. Tim peneliti dari sebuah institut radar di Nanjing melaporkan bahwa performa pelacakan target meningkat drastis dari 70-80% menjadi lebih dari 99%. Ini merupakan terobosan besar dalam desain radar karena sebelumnya radar pesawat tempur selalu kesulitan untuk terus melacak target saat menghadapi gangguan dari musuh. Radar baru ini menggunakan algoritma pembelajaran mesin tradisional yang bisa membaca kondisi lingkungan elektromagnetik dan menyesuaikan frekuensi, arah antena, serta jenis gelombang dalam hitungan milidetik. Kemampuan ini membuat radar mampu menghindari upaya jamming dan tetap fokus pada target dalam kondisi tempur yang paling sulit. China memilih pendekatan AI yang lebih sederhana dan bisa dipahami, berbeda dengan penggunaan model bahasa besar yang populer di bidang AI lain, sehingga lebih aman dan dapat dikendalikan untuk penggunaan di pesawat tempur berawak. Sistem ini juga sudah diuji secara ketat melalui simulasi dan penerbangan sebenarnya. Selain manfaat militer, teknologi ini juga berpotensi membantu mengelola spektrum elektromagnetik yang makin padat di kota-kota pintar China, di mana interferensi antara perangkat menjadi masalah besar. Dengan demikian, sistem radar ini tidak hanya meningkatkan kekuatan tempur tapi juga teknologi sipil di masa depan.
05 Sep 2025, 19.55 WIB

Teknologi Drone Terinspirasi Burung Albatross untuk Terbang Lebih Hemat Energi

Burung bisa terbang lama tanpa mengepakkan sayap dengan cara memanfaatkan udara hangat yang naik dari permukaan bumi. Udara yang hangat ini membuat burung tetap melayang di udara dan bergerak dari satu area ke area lain yang memiliki arus naik dan turun, tanpa harus mengeluarkan banyak energi. Para peneliti dari The University of Texas at El Paso bersama beberapa universitas lain mengembangkan teknologi drone yang dapat meniru teknik terbang burung tersebut, dalam proyek bernama Albatross. Proyek ini bertujuan membuat drone yang lebih hemat energi dan mampu terbang dalam durasi yang lebih lama. Proyek Albatross mendapat dukungan besar berupa dana hibah multimiliar dolar dari DARPA, sebuah lembaga penelitian milik pemerintah Amerika Serikat yang fokus pada pengembangan teknologi canggih. Dana ini akan digunakan untuk mengembangkan teknologi yang memungkinkan drone dapat terbang dengan memanfaatkan arus udara alami. Teknologi ini memungkinkan drone untuk memanfaatkan pola angin yang naik dan turun yang tidak dapat diprediksi oleh model cuaca biasa. Dengan begitu, drone mampu mengurangi penggunaan daya onboard dan memperpanjang jarak tempuhnya, sangat berguna untuk tugas-tugas seperti pemantauan lingkungan, penanganan bencana, dan operasi militer. Proyek ini melibatkan kolaborasi antara UTEP, Mississippi State University, dan Embry-Riddle Aeronautical University. Jika berhasil, Albatross akan membuka era baru dalam penerbangan tanpa awak yang lebih efisien dan berkelanjutan, meniru cara burung albatross yang terkenal dengan kemampuannya terbang jarak jauh tanpa banyak mengepakkan sayap.

Baca Juga

  • Apple Memperkenalkan iPhone 17 dengan Fitur Inovatif, Termasuk iPhone Air Baru

  • Tren yang Muncul dalam Investasi Saham Berfokus AI dan Prospek Pasar

  • Kemajuan AI dalam Teknologi Militer dan Pertahanan

  • Penerapan dan Dampak Ekonomi dari Program Robotaxi Tanpa Pengemudi

  • Rencana Ambisius Tesla dalam AI dan Robotika