Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Fokus
Teknologi

Menjembatani Kesenjangan Kepercayaan dalam Adopsi AI

Share

Cerita ini mengeksplorasi bagaimana skeptisisme dan keengganan masyarakat terhadap AI mempengaruhi adopsi teknologi, serta langkah-langkah yang diambil oleh para pemimpin industri dan pembuat kebijakan untuk meningkatkan transparansi dan membangun kepercayaan publik.

14 Des 2025, 00.25 WIB

Mengurai Harapan dan Kekhawatiran Masyarakat terhadap Masa Depan AI

Mengurai Harapan dan Kekhawatiran Masyarakat terhadap Masa Depan AI
Baru-baru ini, banyak orang mulai merasa ragu terhadap kecerdasan buatan atau AI. Kekhawatiran muncul karena AI dianggap bisa menggantikan pekerjaan manusia, menghasilkan informasi yang tidak akurat, serta menyebabkan penyalahgunaan yang meluas. Selain itu, AI juga dianggap memakan banyak energi dan menguntungkan beberapa perusahaan besar secara berlebihan. Namun, survei terbaru menunjukkan sebagian besar masyarakat masih berharap pemimpin bisnis bertanggung jawab dalam penggunaan AI yang etis. Survei yang dilakukan oleh Just Capital bersama The Harris Poll, Robinhood Foundation, dan Gerson Lehrman Group mengumpulkan pendapat dari ribuan orang, termasuk investor, eksekutif perusahaan, dan masyarakat umum di Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan mayoritas dari ketiga kelompok tersebut percaya bahwa AI akan berdampak positif bagi masyarakat dalam lima tahun ke depan. Meski begitu, antusiasme masyarakat umum sedikit lebih rendah dibandingkan investor dan eksekutif. Isu keamanan AI menjadi perhatian besar di luar perusahaan, di mana investor dan masyarakat menginginkan sekitar 5% atau lebih dari anggaran AI dialokasikan untuk keamanan. Tetapi para pemimpin bisnis hanya merencanakan antara 1-5%. Ada juga kesepakatan luas bahwa konten yang dibuat AI harus diberi tanda khusus atau watermark untuk menunjukkan bahwa itu bukan konten asli manusia. Perlindungan hak kekayaan intelektual kreator konten juga sangat didukung. Selain itu, ada yang setuju bahwa operator pusat data harus memberikan kompensasi kepada masyarakat lokal jika penggunaan AI menyebabkan dampak energi dan lingkungan yang meningkat. Dalam hal keuntungan dari AI, para eksekutif lebih fokus membaginya kepada pemegang saham dan penelitian, sementara masyarakat lebih mendukung agar keuntungan tersebut digunakan untuk pelatihan tenaga kerja dan menurunkan harga produk atau jasa. Meskipun kebanyakan eksekutif berencana memberikan pelatihan AI untuk karyawan, mereka kurang berniat memberikan bantuan tambahan bagi karyawan yang kehilangan pekerjaan, seperti perpanjangan kompensasi atau pendidikan ulang. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan terkait AI lebih diprioritaskan di luar lingkungan perusahaan, sejalan dengan harapan publik yang menginginkan dukungan lebih besar untuk pekerja terdampak.
12 Des 2025, 23.51 WIB

Bagaimana AI dan Otomatisasi Mengubah Cara Kerja dan Bisnis Kita

Bagaimana AI dan Otomatisasi Mengubah Cara Kerja dan Bisnis Kita
Selama bertahun-tahun, otomatisasi lebih banyak mengotomatisasi alur kerja yang bersifat deterministik, seperti memindahkan data dari satu aplikasi ke aplikasi lain secara pasti. Namun, perkembangan kecerdasan buatan (AI) kini memungkinkan otomatisasi yang lebih kompleks dan cerdas, yang melibatkan pengambilan keputusan probabilistik. Perubahan ini membuka peluang baru dalam mengotomatisasi pekerjaan yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan secara otomatis. Para pemimpin teknologi otomatisasi seperti CEO Zapier, Make, dan Tray.ai menggarisbawahi pentingnya memadukan kedua jenis otomatisasi ini secara bijak. Mereka menyoroti bahwa tidak semua langkah dalam proses bisnis harus diambil alih AI; beberapa harus tetap dipastikan dengan aturan ketat agar hasilnya dapat dipercaya dan aman. Sistem AI perlu dilengkapi dengan pengawasan, tata kelola, dan batasan yang jelas. Salah satu tantangan utama adalah mengelola risiko dari sistem otomatisasi yang semakin kompleks, terutama agar tidak terjadi kekacauan data dan alat yang tidak terkendali. Oleh karena itu, perusahaan yang berhasil adalah yang memecah lingkup otomatisasi secara terstruktur di tiap departemen dan menjaga kontrol bersama antara tim IT dan bisnis, serta menetapkan tujuan yang jelas. Para ahli menyarankan untuk fokus pada tugas-tugas bernilai tinggi yang belum pernah bisa diotomatisasi sebelumnya, bukan hanya sebatas menghemat waktu sedikit. Mereka juga merekomendasikan pendekatan iteratif dengan tim kecil, menghindari perekrutan berlebihan. Implementasi awal tidak harus sempurna, yang penting adaptasi dan perbaikan berjalan terus dengan cepat. Contoh sukses adopsi otomatisasi AI seperti Klarna yang memperoleh keuntungan besar dari asisten pelanggan otomatis dan Intercom yang berhasil mengembangkan agen AI lintas kanal komunikasi menunjukkan potensi besar teknologi ini. Namun, masih banyak tantangan dalam tata kelola dan pembuktian nilai nyata yang harus dihadapi oleh banyak perusahaan ke depan.
12 Des 2025, 22.00 WIB

Mengapa Pelatih Kebugaran AI Belum Bisa Gantikan Insting dan Dukungan Manusia

Mengapa Pelatih Kebugaran AI Belum Bisa Gantikan Insting dan Dukungan Manusia
Victoria Song dulunya rutin berlari dan berlatih dengan hasil yang memuaskan, tapi setahun kemudian aktivitas itu terganggu oleh stres dan cedera. Untuk memperbaiki waktu larinya yang menurun, ia mencoba menggunakan tiga pelatih kebugaran berbasis AI, yaitu Fitbit AI health coach, Peloton IQ, dan Runna, sambil berlatih untuk lomba lari 5K. Ketiga aplikasi AI tersebut memberikan rencana latihan yang berbeda-beda, tapi semuanya gagal memberikan motivasi keras atau akuntabilitas yang diperlukan sang penulis. Ia menyadari bahwa mudah untuk mengelabui AI, tidak seperti pelatih manusia atau teman yang bisa memberikan dukungan emosional dan dorongan nyata saat dibutuhkan. Saran dari AI sering kali terlalu dasar dan sudah diketahui sebelumnya, seperti pentingnya tidur cukup dan menjaga pola makan, tanpa bisa menyesuaikan dengan preferensi khusus atau kondisi pengguna yang berubah-ubah. Bahkan, AI sulit memahami konteks sehari-hari yang memengaruhi latihan seperti rasa bosan atau ketidaksukaan terhadap metode tertentu. Pada akhirnya, Victoria merasa terbebani oleh jumlah data dan instruksi dari AI, yang membuatnya semakin stres dan kehilangan semangat untuk berlatih. Ia memutuskan untuk berhenti mengikuti saran AI dan fokus menikmati momen lomba tanpa tekanan, yang membuahkan hasil berupa perbaikan waktu lomba sebesar lima menit dibanding sebelumnya. Cerita ini menunjukkan bahwa meskipun AI memiliki potensi untuk membantu dalam kebugaran, ia masih belum bisa menggantikan dorongan psikologis dan pemahaman personal yang diberikan oleh manusia. Keberhasilan dalam olahraga tidak hanya soal data dan rencana latihan, tapi juga soal mental dan hubungan sosial.

Baca Juga

  • Kekacauan Robot Konsumen: Kebangkrutan iRobot dan Perubahan Kepemilikan

  • Menjembatani Kesenjangan Kepercayaan dalam Adopsi AI

  • AS Atur Ulang Strategi Pertahanan Berbasis Teknologi di Tengah Ketegangan Global

  • Bocoran Data Besar Ungkap Kerentanan Keamanan Siber yang Meluas

  • Pembaruan Keamanan Kritis pada Sistem Operasi Mobile oleh Apple dan Samsung