Pomodo Logo IconPomodo Logo Icon
Tanya PomodoSemua Artikel
Semua
Fokus
Sains

Ketahanan Bencana Terpadu: Meningkatkan Adaptasi Iklim di Indonesia

Share

Cerita ini mengulas upaya kolaboratif antara BMKG, lembaga internasional, dan pakar lokal untuk mengembangkan sistem peringatan dini dan manajemen bencana yang lebih terpadu di Indonesia. Dengan meningkatnya ancaman dari siklon, gempa, dan perubahan aliran sungai, inisiatif ini menjadi krusial untuk meningkatkan keselamatan dan kesiapsiagaan masyarakat.

19 Des 2025, 16.00 WIB

Mengenal Sinkhole: Penyebab, Dampak, dan Pencegahannya di Indonesia dan Dunia

Mengenal Sinkhole: Penyebab, Dampak, dan Pencegahannya di Indonesia dan Dunia
Sinkhole atau lubang raksasa di tanah belakangan ini semakin sering muncul di berbagai negara, termasuk Malaysia, Korea Selatan, dan Brasil. Di Kuala Lumpur, insiden sinkhole bahkan sampai menelan seorang turis, sehingga mendapat perhatian luas. Fenomena serupa juga terjadi di kota Busan dan Buriticupu yang membuat pemerintah lokal menetapkan status darurat akibat lubang yang makin membesar dan mengancam rumah penduduk. Menurut Peneliti Eko Soebowo dari PRKG BRIN, kemunculan sinkhole disebabkan oleh berbagai faktor dan jenisnya beragam, seperti solution sinkhole, collapse sinkhole, hingga buried sinkhole. Sinkhole biasanya terjadi di area dengan medan karst yakni tanah yang memiliki batugamping yang dapat larut oleh air. Air hujan yang menggenang di dalam lubang ini biasanya tidak memiliki drainase alami sehingga memperbesar lubang. Eko menjelaskan bahwa di Indonesia, potensi sinkhole umumnya ditemukan di wilayah dengan sebaran batugamping seperti di Wonosari, Wonogiri, Sulawesi Selatan, Papua, dan Sumatra. Namun, fenomena ini masih jarang terjadi di area perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan yang lebih banyak hutan dan ladang. Di sisi lain, teknis pencegahan seperti chemical grouting dan fondasi bore pile perlu diterapkan di lokasi yang sudah terdampak untuk menghindari keruntuhan bangunan. Lebih lanjut, Eko menyebutkan bahwa sistem drainase yang buruk di kota-kota seperti Kuala Lumpur dan Busan turut memperparah munculnya sinkhole. Oleh karena itu, pemeliharaan serta inspeksi rutin drainase sangat penting agar air hujan tidak meresap ke dalam lapisan batugamping. Meskipun demikian, hingga kini di Indonesia belum ada peta sebaran potensi sinkhole lengkap yang dapat menjadi acuan dalam pengaturan tata ruang dan pembangunan. Kesimpulannya, meskipun Indonesia relatif aman dari bencana sinkhole besar di area perkotaan, risiko tetap ada terutama di daerah yang berbatu gamping. Langkah mitigasi seperti pemetaan, perawatan drainase, dan teknologi penguatan tanah harus segera dilakukan agar fenomena ini tidak berkembang menjadi bencana yang lebih besar dan mengancam keselamatan masyarakat.
18 Des 2025, 20.10 WIB

Strategi Hunian Pasca Banjir Bandang Sumatra Agar Tidak Terulang Lagi

Strategi Hunian Pasca Banjir Bandang Sumatra Agar Tidak Terulang Lagi
Bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat menimbulkan dampak yang sangat besar. Kerentanan geologi wilayah Sumatra dipadukan dengan kerusakan lingkungan dan pengaruh perubahan iklim global membuat bencana ini semakin sering terjadi. Oleh karena itu, penting untuk merancang kebijakan hunian pascabanjir agar tidak hanya memulihkan kondisi, tetapi juga mencegah bencana ulang. Dwikorita Karnawati, seorang ahli geologi dari Universitas Gadjah Mada, menekankan bahwa potensi hujan ekstrem masih ada hingga Maret-April 2026. Dengan kondisi tersebut, risiko bencana susulan berupa banjir bandang dan longsor masih sangat tinggi. Hal ini menuntut adanya kebijakan hunian yang terintegrasi dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi yang berkelanjutan. Wilayah yang terdampak bencana kebanyakan berada di kawasan kipas aluvial, wilayah yang secara geologi mudah terkena bencana lagi. Jika tempat ini digunakan untuk hunian tetap, risiko bencana akan diwariskan ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, kawasan ini harus ditetapkan sebagai zona merah untuk konservasi dan rehabilitasi lingkungan, bukan untuk hunian permanen. Hunian sementara di kawasan rawan masih diperbolehkan tetapi harus bersifat transisional dan dibatasi maksimal tiga tahun. Hunian sementara juga harus memenuhi persyaratan seperti sistem peringatan dini, rencana kedaruratan yang teruji, penguatan kapasitas masyarakat, serta pembangunan jalur hijau dan tanggul sungai yang memadai. Penataan hunian pasca bencana adalah keputusan jangka panjang yang menentukan keselamatan masyarakat. Mengabaikan karakter geologi dan sejarah banjir dapat menciptakan bencana baru di masa depan. Oleh karena itu, kebijakan hunian harus memperhatikan ilmu kebencanaan, mitigasi risiko, dan pemulihan lingkungan agar proses pemulihan berjalan cepat, aman, dan berkelanjutan.
18 Des 2025, 18.40 WIB

Jakarta Jadi Kota Terpadat di Dunia, Tantangan Urbanisasi dan Lingkungan Meningkat

Jakarta Jadi Kota Terpadat di Dunia, Tantangan Urbanisasi dan Lingkungan Meningkat
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru saja merilis laporan World Urbanization Prospects 2025 yang menunjukkan lonjakan besar jumlah penduduk di kota-kota besar dunia. Jakarta kini menempati posisi pertama sebagai kota dengan penduduk terbanyak, hampir 42 juta orang, melampaui Tokyo dan Dhaka. Pergeseran ini menandai dampak signifikan dari urbanisasi yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Lonjakan jumlah penduduk Jakarta dan Dhaka sebagian besar dipicu oleh migrasi besar-besaran dari desa ke kota, yang didorong oleh kesempatan ekonomi dan juga dampak perubahan iklim seperti banjir dan naiknya permukaan laut. Kondisi ini bukan hanya terjadi di Indonesia dan Bangladesh, tetapi menjadi tren global di banyak kota besar Asia yang juga mengalami urbanisasi pesat. Sementara Tokyo mengalami penurunan pangsa kota terpadat dunia karena penduduk yang relatif stabil, pertumbuhan di Jakarta dan Dhaka benar-benar melesat. Analisis juga menunjukkan bahwa Jakarta menghadapi risiko serius akibat penurunan tanah dan kenaikan muka laut, yang berpotensi menenggelamkan seperempat wilayah kota pada tahun 2050 jika tidak ada penanganan yang efektif. PBB juga mencatat bahwa pertumbuhan jumlah penduduk di megacity di seluruh dunia meningkat tajam, terutama di Asia. Saat ini ada 33 megacity dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta jiwa, dimana 19 di antaranya berada di Asia. Jakarta, Dhaka, Tokyo, dan beberapa kota lainnya menempati peringkat teratas dalam hal kepadatan penduduk, memunculkan tantangan besar dalam hal layanan publik, infrastruktur, dan kualitas hidup. Meskipun pemerintah Indonesia sedang membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur, faktor-faktor seperti ketimpangan sosial dan keterjangkauan perumahan tetap menjadi masalah utama di Jakarta. Laporan ini juga mengingatkan pentingnya pengelolaan kota yang berkelanjutan agar dampak urbanisasi tidak semakin parah di masa depan.
17 Des 2025, 12.15 WIB

Update Siklon Tropis Bakung dan Bibit Baru: Potensi Cuaca Ekstrem di Indonesia

Update Siklon Tropis Bakung dan Bibit Baru: Potensi Cuaca Ekstrem di Indonesia
BMKG telah melaporkan perkembangan terbaru mengenai Siklon Tropis Bakung yang saat ini berada di Samudra Hindia barat daya Lampung dengan kecepatan angin maksimum 40 knot atau sekitar 76 km per jam. Siklon ini masuk kategori 1 dan memiliki tekanan udara minimum sekitar 995 hPa. Selain Bakung, dua bibit siklon tropis juga terdeteksi, yakni 93S di selatan Jawa Timur dan 95S di Laut Arafura, selatan Kepulauan Aru. Kedua sistem ini masih memiliki kecepatan angin maksimum 20 knot atau 37 km per jam dan tekanan minimum melebihi 1.000 hPa, sehingga peluang berkembang menjadi siklon tropis dalam waktu dekat masih rendah. BMKG memperkirakan Siklon Tropis Bakung akan melemah dalam 24 jam ke depan dan menurun menjadi kategori rendah. Namun, meskipun kekuatan siklon melemah, dampak cuaca ekstrem seperti hujan lebat dan gelombang tinggi masih berpotensi terjadi di wilayah yang dilaluinya. Masyarakat khususnya yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau selatan Indonesia diimbau untuk tetap waspada. BMKG akan terus memantau kondisi dan memberi peringatan terkait perubahan siklon sehingga masyarakat dapat mempersiapkan diri dengan baik. Informasi ini penting untuk membantu pemerintah dan warga mengantisipasi kemungkinan gangguan pada aktivitas laut dan cuaca, serta mengurangi risiko bencana akibat perubahan iklim dan perairan yang dipengaruhi oleh siklon tropis.
16 Des 2025, 13.40 WIB

Mengapa Air Sungai di Tanah Datar Tampak Menghilang? Penjelasan Geologi Resmi

Mengapa Air Sungai di Tanah Datar Tampak Menghilang? Penjelasan Geologi Resmi
Di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, fenomena air sungai yang tiba-tiba 'menghilang' di permukaan menjadi viral dan menarik perhatian banyak orang. Masyarakat penasaran dengan penyebab air yang lenyap dari aliran sungai Batang Lalo tersebut. Badan Geologi melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Barat menjelaskan bahwa fenomena ini bukan hal baru dan telah berlangsung lama. Air sungai yang terlihat hilang di satu titik sebenarnya mengalir melalui jalur sungai bawah tanah dan muncul kembali di bagian hilir. Fenomena ini dipengaruhi oleh keberadaan batuan batugamping Perem yang berongga di dasar sungai. Rongga-rongga alami dalam batuan ini memungkinkan air masuk dan mengalir di bawah permukaan tanah, sehingga aliran air jadi tidak terlihat di atas tanah dalam beberapa bagian sungai. Batuan batugamping tersebut berada di bawah lapisan endapan aluvial dan memiliki karakteristik yang keras namun berongga. Aliran air yang masuk ke rongga ini adalah proses alamiah yang umum terjadi di daerah dengan batuan kapur seperti di Tanah Datar. Badan Geologi menegaskan fenomena ini tidak menimbulkan risiko gerakan tanah atau bencana alam lain. Masyarakat diajak untuk tidak khawatir berlebihan dan memahami bahwa ini adalah proses geologi normal yang terjadi di wilayah tersebut.
16 Des 2025, 11.36 WIB

BMKG Laporkan Tiga Siklon Tropis yang Mengancam Indonesia dan Upaya Mitigasi

Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai keberadaan tiga siklon tropis yang sedang berada di sekitar Indonesia, yaitu siklon Bakung, bibit siklon 93S, dan bibit siklon 95S. Siklon Bakung saat ini bergerak menjauhi Indonesia namun meningkat ke kategori 2, sementara bibit siklon lain berada di wilayah Bali, Nusa Tenggara, Jawa Timur, dan selatan Papua. Siklon-siklon ini menyebabkan potensi cuaca ekstrem seperti hujan deras yang tinggi dan gelombang tinggi di perairan sekitar Indonesia. BMKG terus memantau kondisi ini dan bekerja sama dengan berbagai instansi seperti BNPB, BPBD, dan Basarnas untuk memberikan informasi serta menjaga keselamatan warga. BMKG juga menjalankan operasi modifikasi cuaca menggunakan bahan semai seperti NaCl dan kapur tohor untuk mengendalikan awan hujan agar tidak langsung menyebabkan banjir di daratan. Langkah ini bisa menurunkan curah hujan hingga 20-50 persen yang sangat membantu dalam mitigasi bencana cuaca ekstrem. Indonesia mendapat kepercayaan dari Organisasi Meteorologi Dunia sebagai Tropical Cyclone Warning Center dan terus berkomunikasi dengan negara lain seperti Australia, Jepang, dan India untuk memantau perkembangan siklon tropis Bakung. Hal ini menguatkan koordinasi internasional dalam menghadapi ancaman siklon tropis. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada namun tenang menghadapi potensi cuaca ekstrem ini. BMKG bersama instansi terkait berkomitmen untuk selalu memantau dan mengantisipasi kondisi sehingga risiko bencana dapat diminimalkan dan keselamatan masyarakat dapat terjaga.
14 Des 2025, 18.15 WIB

Potensi Gempa Jakarta Terungkap Melalui Riset Deformasi Kerak Baru

Jakarta, meskipun dikenal sebagai kota metropolitan yang besar dan maju, ternyata masih memiliki potensi risiko gempa bumi yang tidak boleh diabaikan. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Associate Professor Endra Gunawan dari ITB mengungkapkan adanya gerakan sesar aktif di bagian selatan Jakarta menggunakan teknologi GNSS. Gerakan ini menunjukkan bahwa kerak bumi di wilayah Jakarta mengalami deformasi dengan laju sekitar tiga milimeter per tahun. Penelitian lebih luas juga mengungkap bahwa Sesar Baribis-Kendeng yang melintasi beberapa kota di Jawa Barat seperti Cirebon, Indramayu, dan Bekasi termasuk di dekat Jakarta, merupakan sebuah sistem sesar besar yang disebut Java Back-arc Thrust. Sesuai catatan geologi dan seismologi, sesar ini pernah aktif dan mendukung adanya potensi gempa di wilayah barat Jawa hingga Jakarta dan Bogor. Catatan sejarah menunjukkan bahwa Jakarta pernah mengalami beberapa kali gempa besar pada tahun 1699, 1780, 1834, dan 1903 yang menyebabkan kerusakan signifikan. Hal ini memperlihatkan bahwa aktivitas tektonik bisa menghasilkan peristiwa gempa yang berdampak luas, sehingga tetap relevan untuk selalu memantau dan berhati-hati. Indonesia sendiri memiliki posisi geografis yang sangat rawan gempa karena berada di pertemuan empat lempeng tektonik besar dunia. Dengan 13 segmen zona subduksi dan lebih dari 295 sesar aktif, rata-rata 30 ribu gempa terjadi setiap tahun di wilayah Indonesia. Ini membuktikan bahwa mitigasi bencana dan kesiapsiagaan harus terus dilakukan agar risiko kerusakan dapat diminimalkan. Penting bagi pemerintah dan masyarakat Jakarta untuk menjadikan hasil riset ini sebagai pemicu penguatan sistem pemantauan gempa dan kebijakan mitigasi bencana. Mitigasi modern yang berbasis data deformasi kerak akan sangat membantu dalam mengantisipasi dan mengurangi risiko bencana gempa, apalagi di kota besar dengan populasi padat seperti Jakarta.
14 Des 2025, 16.45 WIB

Belajar dari Jepang: Mitigasi Risiko Gempa Megathrust di Indonesia dengan GNSS

Gempa megathrust adalah jenis gempa bumi sangat besar yang terjadi di zona subduksi, seperti di zona Nankai Trough di Jepang dan sejumlah lokasi di Indonesia. Risiko gempa besar ini menjadi perhatian komunitas ilmiah dunia karena dapat menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang sangat besar. Oleh karena itu, memahami mekanisme gempa dan memantau tanda-tanda awal sangat penting untuk mitigasi bencana. Prof. Kosuke Heki dari Hokkaido University menyampaikan bahwa gempa besar di Nankai Trough tidak hanya menjadi ancaman lokal tapi juga pelajaran penting bagi negara seperti Indonesia yang juga memiliki zona subduksi aktif. Siklus gempa bumi kuat biasanya terjadi dalam interval 50-100 tahun, meskipun waktu tepatnya sulit diprediksi. Teknologi seperti Global Navigation Satellite System (GNSS) dan pengukuran di dasar laut dapat digunakan untuk memantau deformasi kerak bumi jangka panjang dan menilai akumulasi tegangan di zona megathrust. Pemantauan ini membantu mengidentifikasi kopling antar-seismik yang menandakan potensi gempa besar di masa depan. Slow slip event atau pergeseran lambat adalah fenomena geologi gerakan kecil yang dapat menjadi petunjuk awal sebelum gempa besar, dan sudah diamati berulang kali di Jepang. Indonesia yang memiliki zona subduksi seperti Mentawai, Jawa, Bali, Lombok, dan Maluku bisa mengadaptasi sistem pengamatan ini untuk mendeteksi tanda-tanda serupa. Baru-baru ini, para ahli memetakan 14 zona megathrust di Indonesia, meningkat dari 13 zona pada peta tahun 2017. Di Pulau Jawa terdapat 3 megathrust yang memiliki potensi gempa besar dengan magnitudo hingga 9,1. Pengembangan pemantauan GNSS dan geodesi dasar laut di Indonesia menjadi langkah strategis untuk mitigasi bencana gempa ke depan.

Baca Juga

  • Perlombaan Biotek AI Global: Inovasi Kolaboratif dan Persaingan dalam Penemuan Obat

  • Anomali Air Tak Terduga di Indonesia Memicu Kekhawatiran Lingkungan

  • Kegoncangan Jaringan Satelit: Keruntuhan Starlink dan Persaingan dari Cina

  • Sektor Antariksa Muncul di India: Kendaraan Peluncuran yang Dapat Digunakan Kembali dan Inovasi Pertahanan Rudal

  • Kewaspadaan Ilmiah Global terhadap Komet 3I/ATLAS saat Mendekati Bumi