Fokus
Sains

Penelitian Biomedis Terobosan Meningkatkan Pemahaman tentang Penuaan dan Kesehatan Kognitif

Share

Penelitian terbaru menunjukkan bagaimana proses penuaan mempengaruhi gen dan hubungan antara penggunaan opioid dengan penurunan kognitif, memberikan wawasan baru untuk perbaikan kesehatan manusia.

05 Sep 2025, 07.11 WIB

Inovasi 3D Printing dan Sel Punca untuk Memulihkan Cedera Tulang Belakang

Inovasi 3D Printing dan Sel Punca untuk Memulihkan Cedera Tulang Belakang
Cedera tulang belakang seringkali menyebabkan kerusakan permanen karena sel saraf mati dan serabut saraf tidak dapat tersambung kembali, menyebabkan kelumpuhan. Metode pengobatan yang ada saat ini belum bisa membalikkan kerusakan ini, sehingga banyak pasien hidup dengan keterbatasan fungsi. Peneliti dari Universitas Minnesota mengembangkan teknologi baru bernama organoid scaffold, yaitu kerangka 3D yang diprint secara khusus dan mengandung saluran mikro yang diisi dengan sel progenitor saraf tulang belakang yang dapat berkembang menjadi berbagai tipe sel saraf. Saat diuji pada tikus dengan tulang belakang yang benar-benar terputus, scaffold ini memungkinkan sel-sel tersebut tumbuh menjadi neuron yang menghubungkan kedua sisi tulang belakang, memperbaiki jaringan yang rusak dan memungkinkan hewan-hewan ini memperoleh kembali fungsi motorik yang sempat hilang. Sel-sel baru ini terintegrasi dengan sirkuit saraf yang sudah ada dengan lancar dan memperkuat koneksi, membuktikan bahwa scaffold tidak hanya menopang kelangsungan hidup sel tetapi juga mendorong penyambungan ulang saraf yang penting bagi pemulihan. Meskipun penelitian ini masih dalam tahap awal, hasilnya menunjukkan harapan baru dalam terapi cedera tulang belakang. Tim peneliti berencana untuk mengskalakan produksi dan melakukan uji klinis pada manusia di masa depan, membuka jalan bagi pengobatan yang dapat mengembalikan mobilitas dan kemandirian bagi pasien.
04 Sep 2025, 07.00 WIB

Paparan Polusi Udara PM2.5 Mempercepat Risiko Lewy Body Dementia

Paparan Polusi Udara PM2.5 Mempercepat Risiko Lewy Body Dementia
Sebuah studi besar yang melibatkan data lebih dari 56 juta orang mengungkapkan bahwa paparan jangka panjang terhadap partikel polusi udara kecil berukuran kurang dari 2,5 mikrometer (PM2.5) meningkatkan risiko seseorang mengalami Lewy body dementia, suatu bentuk demensia yang sangat mengganggu fungsi otak. Lewy body dementia disebabkan oleh penumpukan protein α-synuclein dalam sel-sel otak, yang akhirnya memicu kematian sel. Studi ini menunjukkan bahwa paparan PM2.5 tidak langsung menyebabkan penyakit ini, tetapi mempercepat perkembangan demensia pada orang yang sudah memiliki kecenderungan genetik. Para peneliti melakukan eksperimen pada tikus dan menemukan bahwa tikus yang terpapar PM2.5 selama sepuluh bulan mengalami masalah dalam memori dan kemampuan mengenal benda baru. Mereka juga menemukan bahwa bagian otak yang mengatur memori mengalami penyusutan, dan ada peningkatan penumpukan protein α-synuclein di otak serta organ lain seperti usus dan paru-paru. Temuan lain menunjukkan bahwa protein α-synuclein dapat menyebar dari usus ke otak melalui jalur yang disebut sumbu usus-otak, dan polusi juga memicu peradangan di paru-paru, yang memungkinkan partikel polusi masuk ke aliran darah dan melewati penghalang darah-otak. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya pengendalian polusi udara sebagai langkah penting untuk mencegah percepatan penyakit neurodegeneratif seperti Lewy body dementia, terutama bagi mereka yang sudah memiliki risiko genetik, dan membuka jalan bagi riset lanjutan tentang bagaimana lingkungan memengaruhi kesehatan otak.
01 Sep 2025, 07.00 WIB

Atlas DNA Metilasi Terbesar Ungkap Target Baru Melawan Penuaan

Atlas DNA Metilasi Terbesar Ungkap Target Baru Melawan Penuaan
Penuaan tubuh manusia tidak hanya terlihat secara fisik, tetapi juga terjadi perubahan tersembunyi pada aktivitas gen melalui proses epigenetik yang disebut DNA metilasi. Seiring bertambahnya usia, proses ini menjadi kurang tepat sehingga memengaruhi bagaimana gen berfungsi dan dapat menyebabkan penurunan fungsi organ serta risiko penyakit lebih tinggi. Untuk memahami bagaimana pola DNA metilasi berubah sepanjang hidup dewasa, para peneliti melakukan meta-analisis besar yang melibatkan lebih dari 15.000 sampel dari 17 jaringan manusia yang berbeda. Sampel diambil dari individu berusia antara 18 hingga sekitar 100 tahun, memberikan gambaran yang luas tentang perubahan epigenetik pada berbagai organ. Hasil analisis menunjukkan bahwa tiap jaringan memiliki tingkat dan pola penuaan yang berbeda. Misalnya, retina dan lambung mengalami perubahan DNA metilasi yang lebih cepat dibandingkan serviks dan kulit. Secara umum, hampir semua jaringan mengalami peningkatan metilasi, kecuali otot rangka dan paru-paru yang justru mengalami penurunan metilasi seiring usia. Tidak hanya melihat perbedaan antar jaringan, penelitian juga mengidentifikasi gen-gen spesifik yang mengalami perubahan metilasi secara umum di seluruh jaringan. Gen-gen seperti HDAC4 dan HOX yang terlibat dalam regulasi perkembangan, serta MEST yang terkait dengan diabetes dan obesitas, menjadi penanda kuat penuaan dan kondisi kesehatan terkait usia. Penemuan ini membentuk sebuah 'atlas epigenetik' yang dapat membantu para ilmuwan memahami mekanisme penuaan secara lebih mendalam dan membuka peluang untuk mengembangkan terapi anti-penuaan yang menargetkan perubahan epigenetik ini. Penelitian ini juga menyediakan sumber data terbuka untuk kemajuan studi penuaan di masa depan.
31 Agt 2025, 20.28 WIB

Sel ‘Muntah’ Untuk Cepat Sembuhkan Luka, Tapi Berisiko Kanker

Sel ‘Muntah’ Untuk Cepat Sembuhkan Luka, Tapi Berisiko Kanker
Para peneliti dari Washington University dan Baylor College menemukan sebuah proses baru dalam sel yang membantu penyembuhan luka dengan cara berubah menjadi seperti sel induk. Proses ini dinamakan cathartocytosis, yang berarti sel mengeluarkan komponen lama dengan cara seperti 'muntah' agar bisa mulai memperbaiki diri dengan cepat. Studi yang dilakukan pada tikus dengan luka di lambung tersebut menunjukkan bahwa ketika sel mengalami cedera, mereka akan melakukan pembersihan cepat terhadap bagian-bagian sel yang sudah tua dan rusak. Ini membuat sel bisa memperbarui diri dan memperbaiki jaringan lambung yang terluka secara lebih efisien. Mekanisme cathartocytosis merupakan bagian dari proses yang lebih besar bernama paligenosis, di mana sel dewasa menjadi lebih ‘muda’ dan bersifat seperti sel stem yang mampu memperbanyak diri untuk mengganti sel yang rusak. Proses ini mirip dengan cara tubuh melakukan regenerasi jaringan, tetapi dengan cara yang lebih cepat. Walaupun proses ini membantu penyembuhan, ada sisi negatif yang harus diwaspadai. Pengeluaran limbah sel yang cepat dan berlebihan ini bisa memperburuk peradangan dan bahkan memicu kanker jika terjadi secara kronis. Debu atau sisa limbah sel ini menumpuk di sekitar area luka dan bisa menghambat penyembuhan serta merusak jaringan lebih lanjut. Dengan penelitian lebih lanjut, peneliti berharap dapat menemukan cara untuk mengendalikan proses ini sehingga bisa meningkatkan penyembuhan tanpa risiko komplikasi jangka panjang seperti kanker. Temuan ini sangat penting untuk pengembangan terapi baru terutama pada kasus luka dan penyakit inflamasi di saluran cerna.